Selasa, 02 November 2010

Sebuah Gambaran Pertarungan Arogansi Penguasa

Pertama kali melihatnya, mungkin film ”Battleship Potemkin” ini sulit dipahami. Dalam rangkaian cerita yang disuguhkan, Sergei Enstein menyisipkan pesan revolusi yang rumit. Film ini dapat disebut sebagai bentuk perayaan Revolusi Rusia yang gagal pertama kali. Dari titik inilah satu dekade kemudian mosi ketidakpercayaan rakyat terhadap Tsarisme mencapai titik kulminasinya hingga meletuslah Revolusi Oktober 1917.

Film bisu hitam-putih yang dirilis tahun 1925 ini mereka ulang pemberontakan para pelaut di kapal perang Potemkin pada musim panas 1905 sebagai salah satu babak penting Revolusi Rusia. Karena revolusi ini mampu memecahkan konsentrasi Dinasti Romanov yang tengah menghadapi Jepang untuk merebut dominasi ekonomi di Manchuria dan Semenanjung Korea. Dengan durasi 72 menit, pemberontakan Potemkin dibagi dalam lima episode pendek: The Men and The Maggots (Manusia dan Belatung), Drama at the Harbour (Peristiwa di Pelabuhan), A Dead Man Calls for Justice (Orang Mati yang Meminta Keadilan), The Odessa Staircases (Tangga Odessa) dan The Meeting with Squadron (Pertemuan dengan Skuadron).

Scene pertama diawali dengan cerita tentang pemberontakan pelaut Potemkin yang dipimpin oleh Frigory Vakulenchuk atas ketidakadilan yang diterima kaum pekerja. Tepat pada 27 Juni, perang pecah ketika marinir menolak perintah Evgeny Golikov, sang kapten kapal untuk mengeksekusi mati para pelaut ’pembangkang’ yang tidak mau memakan sup yang ternyata berasal dari daging busuk yang penuh belatung. Di atas kapal berkekuatan 12.500 ton itu akhirnya Vakulenchuk harus meregangkan nyawanya.

Sergein Einstein sangat lihai mengolah emosi penontonnya dalam potongan-potongan shot yang ditampilkan. Setelah dibuat sedikit jijik dengan ekspose kawanan belatung yang berjejalan dalam tubuh daging busuk, pada scene kedua kekecewaan penonton dipancing dengan tertembaknya Vakulenchuk saat peperangan sedang memuncak.

Selanjutnya perasaan geli bercampur ironi mengusik pikiran saya ketika mayat Vakulenchuk dibaringkan di dermaga pelabuhan Odessa, Ukraina. Di atas tubuh Vakulenchuk mereka menuliskan kalimat: ‘dibunuh karena sepiring sup’. Kemudian penonton diajak untuk sedikit merasa lega ketika rakyat Rusia berbondong-bondong memberikan bantuan bahan makanan untuk pelayaran kapal Potemkin selanjutnya.

Sedangkan bagian paling kolosal dan tragis dimulai ketika pasukan Cossack, unit militer yang dibentuk istana untuk melindungi Dinasti Romanov memporak-porandakan rakyat yang menyerukan mogok massal atas kebengisan penguasa hingga menewaskan Vakulenchuk. Seketika itu juga hujan peluru membuat Tangga Odessa berubah menjadi ladang pembantaian.

Dari segi pengambilan gambar, film ini menyajikan sudut-sudut gambar yang revolusioner pada zaman itu. Tidak seperti sineteron Indonesia yang membatasi ruang gerak aktornya, film ini berusaha melihat peristiwa dari berbagai sisi. Adegan pertarungan di kapal Potemkin ketika para pelaut naik di atas tiang kapal, jatuhnya Vakulenchuk ke laut atau adegan orang-orang yang berjalan di atas jembatan yang disorot dari udara memberikan nuansa tayangan yang menakjubkan untuk menggambarkan konsep drama secara nyata. Film ini dapat pula disebut sebagai peletak dasar dalam bahasa gambar.

Ending cerita ini mengisahkan penolakan empat kapal perang Rusia yang saat itu berpatroli di Laut Hitam untuk menghancurkan kapal Potemkin. Sedangkan pusat komando tertinggi militer Rusia mengeluarkan perintah memaksa pelaut Potemkin menyerahkan diri, atau kapal terancam ditenggelamkan. Lagi-lagi sebuah kebimbangan ditawarkan.
Film terbaik kedua sepanjang masa ini dapat dijadikan alternatif bagi kita untuk kembali menengok sejarah revolusi Rusia yang mendunia. Setidaknya film ini memberikan jembatan dalam membangun gambaran tentang rumitnya pergolakan meraih keadilan dan wajah eksploitasi tenaga rakyat untuk memenuhi ambisi-ambisi Dinasti Romanov di Moskow. Audiens yang dapat diraih dalam film ini sangatlah luas, terlebih isu peperangan dan arogansi penguasa yang menerlantarkan rakyat menjadi perhatian khusus pada masa itu.

Kamis, 21 Oktober 2010

Teori Transisional Organisasi

Secara umum, teori dalam organisasi dapat dibagi menjadi tiga kerangka besar. Teori tersebut adalah teori struktural klasik, teori transisional dan teori mutakhir. Namun teori yang akan kita bahas saat ini lebih fokus pada teori transisional saja.
Teori transisional dapat dikatakan sebagai jembatan yang membahas teori klasik mengenai oragnisasi dan manajemen teori sistem serta perilaku yang lebih mutakhir. Konsepsi lama tetap memberikan pengaruh penting terhadap cara kita memahami organisasi. Nemun perbaikan-perbaikan dalam model mulai membawa perubahan praktis dalam cara kita merumuskan organisasi.

 Teori Perilaku
1.Teori Komunikasi Kewenangan (Chester Bernard)
Bernard memublikasikan The Function of Executive yaitu Fungsi pertama seorang eksekutif adalah mengembangkan dan memelihara suatu sistem komunikasi. Ia menyatakan bahwa organisasi adalah sistem orang, bukan struktur yang direkayasa secara mekanis. Definisi Bernard mengenai organisasi formal adalah suatu sistem kegiatan dua orang atau lebih yang dilakukan secara sadar dan terkoordinasikan.
Teori ini menganggap kewenagan merupakan suatu fungsi kemauan untuk bekerja sama. Bernard dikatakan sebagai pelopor yang menempatkan dan menjadikan komunikasi sebagai hal penting dalam sebuah perusahaan atau organisasi. Maka dari itu, teknis komunikasi lisan dan tulisan merupakan hal yang harus dipelajari guna meningkatkan kualitas dalam berkomunikasi.

2.Teori Hubungan Manusiawi (Elton Mayo)
Teori ini termasuk penemuan besar pada awal tahun 1950-an. Sebelumnya dilakukan penelitian tentang bagaimana korelasi antara penerangan lampu saat bekerja dengan tingkat produktivitas yang dihasilkan. Kesimpulan yang berkembang dari studi Hawthorne tersebut sering disebut Efek Hawthorne (The Hawthorne Effect). Kesimpulan tersebut adalah: (1) Perhatian terhadap orang-orang boleh jadi mengubah sikap dan perilaku mereka. (2) Moral dan produktivitas dapat meningkat apabila para pegawai mempunyai kesempatan untuk berinteraksi satu dengan lainnya.
Suatu organisasi pasti mempunyai ciri khas dan budaya yang berbeda-beda. Orang-orang yang terlibat di dalam organisasi pun mempunyai karakter sendiri-sendiri. Dari kontak sosial yang terjadi antar anggota kemudian akan muncul struktur informal hubungan sosial dibalik struktur organisasi formal.

3.Teori Fusi Bakke dan Argyris
Suatu proses fusi ditawarkan Bakke guna menghadapi banyaknya masalah yang timbul dalam rangka memuaskan minat manusia yang berlainan dan untuk memenuhi tuntutan penting struktur birokrasi. Bakke berpendapat bahwa organisasi pada suatu tahap tertentu akan mempengaruhi individu yang terlibat di dalamnya. Namun di sisi yang berbeda, individu juga dapat mempengaruhi suatu organisasi.
Sedangkan Argyris berpendapat kadang-kadang individu tersebut memiliki tujuan yang berlawanan dengan organisasi. Hal ini tergantung pada seberapa besar kematangan individu itu sendiri. Akibat ketidaksesuaian tujuan ini, terdapat dua kemungkinan yang akan dilakukan oleh anggota. Pertama, anggota tersebut keluar dari organisasi, atau tetap bertahan namun bersikap apatis terhadap apa yang sedang terjadi.

4.Teori Peniti Penyambung Likert
Rensis Likert berjasa mengembangkan suatu model yang menggambarkan struktur organisasi. Konsep ini berhubungan dengan kelompok-kelompok dalam organisasi yang saling tumpang tindih. Dari sini muncullah konsep supervisory dan penyedia atau supervisor berfungsi sebagai peniti penyambung. Teori ini lebih menunjukkan pada hubungan antar kelompok daripada hubungan antar pribadi. Misalnya dalam organisasi OSIS di SMA, seorang yang duduk di posisi koordinator divisi Bela Negara selain berada di bawah pertanggungjawaban ketua OSIS juga berperan ganda membawahi sub-divisi lain seperti tonti, kepramukaan, dll.
Dalam penelitiannya, Likert menyatakan bahwa gaya manajemen dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:
-Sistem 1
Hubungan antara atasan, organisasi dan bawahan sangatlah kaku. Arus komunikasi lebih ditekankan dari atas ke bawah dan bawahan tidak mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dengan atasan. Rasa saling percaya pada pesan yang disampaikan sangatlah minim. Akibatnya, timbullah organisasi informal yang mempunyai tujuan berbeda dengan organisasi yang ada.
-Sistem 2
Bawahan mempunyai sedikit kesempatan untuk memberikan masukan pada pengambilan keputusan. Mulai terdapat adanya kepercayaan dari manajemen pada bawahan. Kontrol kekuasaan berada di atas. Meskipun rasa curiga masih tetap ada, interaksi dilakukan untuk meraih tujuan organisasi.
-Sistem 3
Kebebasan berdiskusi antara manajer dan bawahan dan interaksi mulai dikembangkan. Meskipun demikian, manajer tidak terlalu percaya akan informasi yang disampaikan bawahan. Organisasi informal ada tetapi bersifat sama sekaligus bertentangan atau menolak manajemen.
-Sistem 4
Dalam sistem ini motivasi kerja dikembangkan dengan partisipasi yang kuat dalam pengambilan keputusan, penetapan goal setting dan penilaian. Manajemen sepenuhnya percaya pada bawahan. Semua diberi kesempatan untuk membuat keputusan. Alur informasi ke atas, ke bawah dan menyilang. Interaksi dalam sistem terbangun. Komunikasi ke atas pada umumnya akurat dan manajer menanggapinya dengan tulus atas feedback tersebut.


 Teori Sistem
Dalam suatu system, terdapat adanya keterkaitan antara komponen-komponen di dalamnya.
1.Teori Sistem Sosial Katz dan Kahn
Katz dan Khan berpendapat bahwa struktur sosial berbeda dengan struktur biologis. Apabila sistem sosial berhenti berfungsi, ia tidak lagi mempunyai struktur yang dapat diidentifikasi. Sistem sosial dipahami sebagai suatu struktur peristiwa. Dengan memandang organisasi sebagai sistem sosial yang terdiri dari manusia-manusia, maka komunikasi mutlak diperlukan. Hubungan yang terjalin antara orang-orang yang terlibat dalam suatu organisasi akan membuat organisasi bertahan lebih lama daripada jika individu di dalamnya bekerja secara terpisah dan tidak terjalin ikatan hubungan yang kuat.
Sebagai contoh, suatu perusahaan iklan akan lebih bertahan apabila bagian-bagian di dalamnya saling berkomunikasi dengan baik. Bagian marketing, public relation atau para praktisi desain grafis sekalipun harus terintegrasi secara emosional, bukan hanya struktural semata agar tujuan bersama menjaga branding dapat terwujud. Hubungan orang-orang di perusahaan iklan ini akan membentuk komunikasi yang terpola.
2.Teori Buck Bogers
Buck Rogers merupakan pencipta figur fiksi terkenal dan menginspirasi para tokoh penulis untuk melihat bagaimana nasib organisasi di masa datang. Alvin Toffler meringkaskan ciri-ciri birokrasi baru yang disebut ad-hokrasi sebagai bergerak cepat, kaya dengan informasi, sangat aktif, selalu berubah, terisi dengan unit-unit bersifat sementara dan individu-individu yang selalu bergerak. Dalam ad-hokrasi, bukanlah organisasi yang menarik komitmen pegawai, melainkan pekerjaan, problem yang harus dipecahkan dan tugas yang harus dilakukan. Para ad-hokrat menggunakan keahlian dan bakat mereka untuk memecahkan masalah dalam kelompok dan lingkungan temporer dalam organisasi, sejauh masalahnya menarik minat mereka. Beberapa ad-hokrasi memberi kesan kesederajatan yang merupakan ciri khas organisasi baru. Semua bagian dalam organisasi mempunyai posisi yang seimbang satu sama lain.



Daftar Pustaka:
Pace, R. Wayne and Faules, Don F. 1993. Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Deddy Mulyana (ed). Remaja Rosdakarya. Bandung.

Sebuah Gambaran Pertarungan Arogansi Penguasa

Pertama kali melihatnya, mungkin film ”Battleship Potemkin” ini sulit dipahami. Dalam rangkaian cerita yang disuguhkan, Sergei Enstein menyisipkan pesan revolusi yang rumit. Film ini dapat disebut sebagai bentuk perayaan Revolusi Rusia yang gagal pertama kali. Dari titik inilah satu dekade kemudian mosi ketidakpercayaan rakyat terhadap Tsarisme mencapai titik kulminasinya hingga meletuslah Revolusi Oktober 1917.

Film bisu hitam-putih yang dirilis tahun 1925 ini mereka ulang pemberontakan para pelaut di kapal perang Potemkin pada musim panas 1905 sebagai salah satu babak penting Revolusi Rusia. Karena revolusi ini mampu memecahkan konsentrasi Dinasti Romanov yang tengah menghadapi Jepang untuk merebut dominasi ekonomi di Manchuria dan Semenanjung Korea. Dengan durasi 72 menit, pemberontakan Potemkin dibagi dalam lima episode pendek: The Men and The Maggots (Manusia dan Belatung), Drama at the Harbour (Peristiwa di Pelabuhan), A Dead Man Calls for Justice (Orang Mati yang Meminta Keadilan), The Odessa Staircases (Tangga Odessa) dan The Meeting with Squadron (Pertemuan dengan Skuadron).

Scene pertama diawali dengan cerita tentang pemberontakan pelaut Potemkin yang dipimpin oleh Frigory Vakulenchuk atas ketidakadilan yang diterima kaum pekerja. Tepat pada 27 Juni, perang pecah ketika marinir menolak perintah Evgeny Golikov, sang kapten kapal untuk mengeksekusi mati para pelaut ’pembangkang’ yang tidak mau memakan sup yang ternyata berasal dari daging busuk yang penuh belatung. Di atas kapal berkekuatan 12.500 ton itu akhirnya Vakulenchuk harus meregangkan nyawanya.

Sergein Einstein sangat lihai mengolah emosi penontonnya dalam potongan-potongan shot yang ditampilkan. Setelah dibuat sedikit jijik dengan ekspose kawanan belatung yang berjejalan dalam tubuh daging busuk, pada scene kedua kekecewaan penonton dipancing dengan tertembaknya Vakulenchuk saat peperangan sedang memuncak. Selanjutnya perasaan geli bercampur ironi mengusik pikiran saya ketika mayat Vakulenchuk dibaringkan di dermaga pelabuhan Odessa, Ukraina. Di atas tubuh Vakulenchuk mereka menuliskan kalimat: ‘dibunuh karena sepiring sup’. Kemudian penonton diajak untuk sedikit merasa lega ketika rakyat Rusia berbondong-bondong memberikan bantuan bahan makanan untuk pelayaran kapal Potemkin selanjutnya.

Sedangkan bagian paling kolosal dan tragis dimulai ketika pasukan Cossack, unit militer yang dibentuk istana untuk melindungi Dinasti Romanov memporak-porandakan rakyat yang menyerukan mogok massal atas kebengisan penguasa hingga menewaskan Vakulenchuk. Seketika itu juga hujan peluru membuat Tangga Odessa berubah menjadi ladang pembantaian.

Dari segi pengambilan gambar, film ini menyajikan sudut-sudut gambar yang revolusioner pada zaman itu. Tidak seperti sineteron Indonesia yang membatasi ruang gerak aktornya, film ini berusaha melihat peristiwa dari berbagai sisi. Adegan pertarungan di kapal Potemkin ketika para pelaut naik di atas tiang kapal, jatuhnya Vakulenchuk ke laut atau adegan orang-orang yang berjalan di atas jembatan yang disorot dari udara memberikan nuansa tayangan yang menakjubkan untuk menggambarkan konsep drama secara nyata. Film ini dapat pula disebut sebagai peletak dasar dalam bahasa gambar.

Ending cerita ini mengisahkan penolakan empat kapal perang Rusia yang saat itu berpatroli di Laut Hitam untuk menghancurkan kapal Potemkin. Sedangkan pusat komando tertinggi militer Rusia mengeluarkan perintah memaksa pelaut Potemkin menyerahkan diri, atau kapal terancam ditenggelamkan. Lagi-lagi sebuah kebimbangan ditawarkan.

Film terbaik kedua sepanjang masa ini dapat dijadikan alternatif bagi kita untuk kembali menengok sejarah revolusi Rusia yang mendunia. Setidaknya film ini memberikan jembatan dalam membangun gambaran tentang rumitnya pergolakan meraih keadilan dan wajah eksploitasi tenaga rakyat untuk memenuhi ambisi-ambisi Dinasti Romanov di Moskow. Audiens yang dapat diraih dalam film ini sangatlah luas, terlebih isu peperangan dan arogansi penguasa yang menerlantarkan rakyat menjadi perhatian khusus pada masa itu.

Rabu, 20 Oktober 2010

Wajah Jurnalisme Indonesia

Orde Baru menjadi masa suram bagi kebebasan pers di Indonesia. Kemudian reformasi dianggap sebagai dewa penyelamat atas keterpurukan dunia jurnalisme sekaligus menjadi batu loncatan menuju arus informasi tanpa batas. Namun, era reformasi yang datangnya tiba-tiba tersebut sepertinya hanya dimanfaatkan sebagai pelampiasan keterkungkungan semata. Inssan media belum menyiapkan secara kultural maupun fajar baru kebebasan informasi.

Tak hanya dari lingkungan eksternal yang menjadi tantangan jurnalisme saat ini. Usaha mempertahankan idealisme fungsi pers dan memperbaiki kinerja pegiat jurnalistik menjadi menjadi PR bersama yang lebih serius. Dengan demikian perwujudan jurnalisme kita benar-benar mampu melayani kepentingan publik sekaligus sebagai anjing penjaga terhadap potensi penyalahgunaan wewenang dan kuasa oleh pemerintah.

Jurnalisme mulut yang mendominasi

Kebiasaan lama wartawan yang mengandalkan peliputan opinion news atau talking news sampai saat ini belum bisa ditinggalkan. Kejadian seperti ini akan mengarah pada juranlisme yang subjektif dan relatif. Situasi kesenjangan antara wacana yang diproduksi dan realitas empirik faktual (hiper-rality) yang terjadi akan rawan terjadi. Pada akhirnya fakta yang berkembang dari bawah kurang tertransformasikan dalam muatan media. Dengan demikian media dianggap belum siap memerankan agenda setting untuk merumuskan hal-hal yang dianggap penting oleh masyarakat sehingga bisa dijadikan masukan dalam formulasi kebijakan.

Wartawan kita cenderung malas untuk menggali informasi sedalam-dalamnya. Terlebih dengan hadirnya kecanggihan teknologi yang semakin mempermudah informasi. Proses pencarian berita yang membutuhkan wawancara pun terkadang hanya dilakukan via telepon atau media lainnya. Kesungguhan wartawan Indonesia untuk memberikan data yang akurat dan berimbang kepada publik masih dipengaruhi oleh nominal finansial yang diberikan daripada atas nama sebuah dedikasi.

Pada kasus perseteruan Indonesia dengan Malaysia belum lama ini sebagai contohnya. Sebagian besar jenis jurnalisme berdasarkan teknik pengumpulan data yang dilakukan wartawan hanya sebatas menyuguhkan testimoni dari para tokoh semata. Apabila kita melihat isi berita tentang kondisi Malaysia dan Indonesia di televisi, maka pilihan berita yang ditawarkan lebih banyak dengan konsep debat publik. Dari perdebatan itu pun tidak dihadirkan secara gamblang tentang solusi yang ditawarkan. Semuanya sebatas pada wacana publik tanpa disertai usaha untuk mengurai permasalahan yang ada.


Jurnalism of attachment yang tak pada tempatnya
Jurnalism of attachment merupakan suatu konsep jurnalisme yang di dalamnya melibatkan unsur emosi manusia. Hingga saat ini terdapat banyak kritik akan konsep penayangan berita yang dianggap tidak beretika. Alih-alih bertujuan untuk memberikan gambaran realita yang ada, justru menimbulkan efek negatif bagi sisi psikologi masyarakat.

Pada peristiwa pengevakuasi korban kecelakaan kereta api, seorang kameramen menangkap gambar seorang mayat yang dijatuhkan dari atas kereta karena dimungkinkan pengevakuasi telah merasa lelah. Sebagai media yang beradap, seharusnya gambar tersebut tidak ditayangkan. Justru bukan rasa simpati yang ditimbulkan, namun hardikan atas sikap tak bermoral tersebut.

Kebebasan informasi oleh media saat ini justru mengarahkan perhatian pada peliputan ”perbedaan” dan ”konflik” justru mengalami perbesaran dalam banyak aspek (blow up). Contoh lain pada kasus terorisme yang banyak menyita perhatian masyarakat. Di satu sisi masyarakat anti terhadap terorisme, namun di sisi lain justru terdapat prasangka negatif terhadap kaum muslim yang secara tidak langsung selalu dikaitkan degan aksi pengeboman yang ada.

Media di Indoensia menurut saya saat ini banyak berjenis journalism of attachment. Pada satu sisi, jenis jurnalismne ini membawa dampak positif, namun di sisi yang lain dapat menumbuhkan prasangka atau efek negatif terhadap psikologis seseorang. Meskipun menimbulkan efek jera pada suatu peristiwa merupakan tujuan dari jenis journalism of attachment, namun terkadang efek yang ditimbulkan tidak sesuai atau justru berkebalikan dengan tujuan awal pemberitaannya.



Daftar Pustaka:
Panuju, Redi. 2002. Relasi Kuasa Negara Media Massa dan Publik (Pertarungan Memenangkan Opini Publik dan Peran dalam Transformasi Sosial). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Manifestasi Pertarungan Ideologi dalam "Ladri Di Biciclette"

Perang selalu menyisakan kepedihan. Kejayaan ideologi kelompok yang berkuasa menginduksi dalam hampir setiap lini kehidupan. Bahkan genre dunia perfilman pun dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut pihak pemenang perang.
”Ladri di Biciclette” atau lebih dikenal dengan judul ”The Bicycle Thieves” merupakan sebuah film yang muncul sebagai gerakan tentang neorealisme. Jika Amerika datang dengan sifat hiburannya yang banyak bercerita tentang masyarakat modern dan menonjolkan pernak-pernik kehidupan yang serba ’wah’, maka sebagai tandingannya film neorealisme ini muncul dengan mengangkat permasalahan di kalangan orang-orang miskin dan menegah sebagai karakteristiknya.

Disutradarai oleh Vittorio De Sica, film ini berusaha memberikan sebuah cerita yang alami dan dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Kekuatan lain yang terkandung dalam film Italia ini adalah upaya mengusung kejujuran akan dinamika sebuah kehidupan. Inilah yang menjadi pembeda! Film ini tidak neko-neko atau sok pragmatis seperti yang sering kita jumpai pada kebanyakan perfilman Indonesia sendiri. Hal yang saya sukai adalah film ini berusaha tampil apa apadanya dalam menceritakan realita sosial yang terjadi. Tak ada dramatisasi yang menurut saya cenderung mengarah pada pemuasan kesenangan sementara dibanding memberikan refleksi akan pesan yang ingin disampaikan melaui alur cerita yang disuguhkan.

Film yang dirilis pada 1948 ini bercerita tentang kisah pencarian sepeda kumbang milik seorang pekerja miskin penempel poster bernama Antonio Ricci (Lamberto Maggiorani). Sepeda Ricci dicuri seorang pemuda bertopi jerman di hari pertamanya bekerja. Padahal untuk mendapatkan sepeda itu, Maria Ricci (Lianella Carell), istrinya telah merelakan kasur tempat mereka tidur untuk dijual. Bayangan kembali menjadi pengangguran di tengah krisis ekonomi Italia pasca Perang Dunia II senantiasa menghantui pikiran Ricci. Tanpa sepedanya, Ricci tak dapat menafkahi istri dan kedua anaknya. Dari sepedanya, Ricci menggantungkan sejumput asa untuk memperbaiki ekonomi keluarga.

Bersusah payah Ricci berusaha menemukan sepedanya kembali. Ricci melaporkan perkara pencurian sepedanya kepada polisi. Namun pengaduan sepele Ricci nampaknya tak terlalu digubris para penegak hukum tersebut. Hal ini mengingatkan saya pada sistem pengabdian polisi di Indonesia. Tak jauh berbeda, sepertinya keseriusan dalam proses penyidikan hanya untuk menangani masalah-masalah besar dan fenomenal semata. Bahkan status sosial turut menjadi variabel penting dalam usaha justifikasi perkara.

Kali ini dengan dibantu teman-temannya Ricci melakukan pencarian di tempat-tempat penjualan sepeda di sepanjang jalanan Roma. Namun jerih payah itu masih tak membuahkan hasil. Akhirnya bersama anak pertamanya, Bruno (Enzo Staiola), Ricci melanjutkan pencariannya. Dari sini mulai terlihat sisi keegoisan Ricci yang hanya terfokus pada sepedanya semata. Bruno sering tercampakkan oleh ambisi ayahnya itu. Meskipun sebelumnya sempat kecewa dengan sikap Ricci, Bruno berusaha memahami keadaan yang menimpa ayahnya itu. Penjiwaan Enzo Staiola mampu memberikan karakter tersendiri pada sosok pria kecil energik dan polos bernama Bruno itu. Tingkah polahnya membuat cerita yang disajikan semakin hidup dan sangat disayangkan apabila tak menyimaknya.

Di bagian lain cerita ini, Ricci dipertemukan dengan pemuda yang mencuri sepedanya. Dengan semangat menggebu Ricci mengejar pria tersebut dan terus menuntut agar sepedanya dikembalikan. Namun si pemuda mengelak telah mengambil sepeda Ricci. Parahnya, perlakuan Ricci ini telah membuat epilepsi si pemuda kumat. Kontan peristiwa ini menarik perhatian orang-orang di sekitarnya. Keributan pun terjadi. Hingga akhirnya polisi datang untuk menyelesaikan pertikaian tersebut. Namun, karena tidak mempunyai bukti dan saksi yang kuat atas tuduhan yang diberikan, Ricci pun akhirnya disuruh meninggalkan tempat tersebut sebelum warga naik pitam.

Cerita ini berakhir dengan tergodanya hati Ricci untuk bertolak peran menjadi seorang pencuri sepeda. Setelah sempat dilanda kegundahan, akhirnya Ricci nekat mencuri sebuah sepeda yang tersandar di dekat pintu masuk sebuah gedung besar di tepi jalanan yang lengang. Namun aksi pencurian amatir itu berakhir dengan kepahitan. Bruno menyaksikan ayahnya tak berdaya dikeroyok massa yang marah atas perbuatan Ricci. Ia menangisi semua yang terjadi pada ayahnya. Dengan mata sembab ia memandangi wajah ayahnya tersebut. Beruntung sang pemilik sepeda membebaskan Ricci. Dengan gontai dan suasana hati yang bercampur aduk mereka berjalan di tengah keramaian jalan raya. Walau membisu, pikiran mereka terus mengembara, mencoba mengais makna yang sempat terlupa.

Ending cerita ini mengajak kita untuk merenungkan kembali bagaimana kisah ini dibangun dalam rangkaian pengalaman yang dialami sang aktor. Bagaimanapun juga unsur manusiawi itu akan tetap ada dan tak dapat dimanipulasi dengan sosok superhero manapun. Karena ini semua bercerita tentang manusia dan sederet permasalahan yang mengiringinya. Bukan tentang Tuhan ataupun Dewa.

Dunia toh tidak buta. Film sederhana ”The Bicycle Thieves" ini berhasil menyabet piala Oscar untuk kategori Best Foreign Language Film tahun 1949. AFI (American Film Institute) mengatagorikan film ini dalam daftar 100 film berbahasa asing (non-Inggris) terbaik sepanjang masa. Bahkan para sutradara kelas internasional seperti Ken Loach, Joel Schumacher dan Stanley Kubrick menganggap bahwa inilah film terbaik yang pernah ada.


Sumber inspirasi:
http://klubkajianfilmikj.wordpress.com/2009/04/30/neorealisme-menurut-andre-bazin/
http://resensi-resensi-film.blogspot.com/2010/06/ladri-di-biciclette.html

Selasa, 05 Oktober 2010

“Alangkah Lucunya Negeri Ini”: Potret Keprihatinan Akan Indonesia”

Berbicara kondisi negeri ini memang tak pernah putus dari jeratan berbagai masalah sosial yang melegenda. Mulai dari tingginya kesenjangan ekonomi, kriminalitas yang merajalela, pendidikan yang tak merata, hingga kebobrokan moralitas para wakil rakyat menjadi potret buramnya sistem kenegaraan kita. Sebuah film yang ditulis oleh Musfar Yasin, ”Alangkah Lucunya Negeri Ini” mencoba membingkai kesemrawutan bagsa dalam cerita perjalanan komplotan pencopet yang dididik untuk mencari penghasilan halal oleh seorang sarjana pengangguran. Bak oase di tengah gersangnya dunia perfilman Indonesia yang dijejali dengan cerita cinta tak berkualitas, film yang dirilis April 2010 ini mencoba memberikan sentilan akan berbagai keresahan sosial yang tak kunjung henti.
Film ini diawali dengan cerita perjalanan seorang Sarjana Manajemen bernama Muluk (Reza Rahadian) yang tengah berjuang mencari pekerjaan. Di tengah usahanya untuk mendapatkan penghasilan tetap ia memergoki aksi komplotan pencopet cilik sedang beraksi di tengah keramaian pasar. Dari sinilah Muluk mulai kenal dengan Komet, ketua pencopet pasar yang sempat ditangkap Muluk namun akhirnya dilepaskan. Peristiwa ini kemudian menghantarkan Muluk pada markas besar kawanan pencopet yang diketuai oleh Jarot (Tio Pakusadewo).
Gagagasan untuk menerapkan sistem manajemen dalam mengelola hasil pencopetan pun muncul. Setelah disetujui oleh ketua komplotan, Muluk pun melaksanan rencananya dengan memberikan pengarahan dan lambat laun memasukkan pembelajaran agama serta pancasila dalam menjalankan misinya. Tujuan Muluk hanya ingin mendidik mereka mencari penghasilan yang halal dengan berganti profesi menjadi pedagang asongan. Bagian yang diterima Muluk adalah 10% dari hasil mencopet.
Intrik kecil muncul ketika Haji Makbul (Deddy Mizwar), bapaknya Muluk menanyakan posisi pekerjaan yang tengah ditekuninya. Dengan sedikit canggung ia menjawab, ” Pengembangan Sumber Daya Manusia.” Selain itu Haji Sarbini (Jaja Miharja) juga mendesak Muluk untuk segera menikahi putrinya sebelum didahului calon anggota DPR bernama Jupri (Edwin ‘Bejo’).
Suatu ketika Haji Rahmat (Slamet Rahardjo Djarot) ingin sekali melihat kantor anaknya, Pipit (Tika Bravani) yang waktu itu telah menjadi guru agama di sekolah pencopetan itu. Syamsul (Asrul Dahlan), seorang Sarjana Pendidikan yang hobi bermain gaple di pos ronda juga turut merubah diri menjadi guru pancasila.
Klimaks terjadi ketika para orang tua, Haji Makbul, Haji Sarbini, Haji Rahmat mengetahui bahwa anak-anak mereka mendapatkan gaji dari uang hasil mencopet. Darah haram telah mengalir dalam diri mereka. Tak kuasa melihat kelakuan Pipit dan Muluk, Haji Rahmat dan Haji Makbul meminta ampun kepada Allah swt. di mushola dengan tangisnya yang tumpah. Melihat hal ini, Pipit dan Muluk pun akhirnya memutuskan untuk berhenti dari profesi mereka.
Film ”Alangkah Lucunya Negeri Ini” mampu yang disutradarai oleh Deddy Mizwar ini dikemas secara apik namun tetap syarat nilai. Aria Kusumadewa sebagai pendamping sutradara yang dekat dengan topik anak jalanan berhasil memberikan sentuhan alami dalam akting para pencopet cilik yang memukau. Film yang berdurasi 105 menit ini begitu mengalir tanpa kekakuan. Ada kelucuan, pesan moral dan keprihatinan yang berbaur mempesona dalam narasi yang disuguhkan. Setting yang dipilih pun mampu menggambarkan realitas sosial yang ingin disampaikan.
Dialog cerdas berderai dari obrolan para tokohnya. Pernyataan apakah pendidikan penting atau tidak penting mewarnai alur cerita. Ocehan para bocah tentang cita-cita menjadi koruptor memberi refleksi akan sikap pemimpin yang harus dikritisi. Sindiran orang-orang di sekitar Muluk akan fenomena para sarjana yang menganggur turut memberikan detail kompleksnya permasalahan bangsa ini.
Di akhir cerita ada sebuah pernyataan yang menarik perhatian saya: “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”, bunyi pasal 34 UUD 1945. Bagaimana mungkin para pedagang asongan turut menjadi bulan-bulanan petugas Satpol PP yang notabene mengatasnamakan Pemerintah dalam usaha menertibkan lalu lintas. Lalu, di mana implementasi pasal 34 di atas? Bagaimana bentuk kepedulian Pemerintah dalam memelihara mereka? Sedangkan bertriliun rupiah dengan gampangnya mengalir kepada korporasi asing yang terus mengeruk keuntungan dari bangsa ini.
Nampaknya pendidikan memang tak memberikan dampak penting dalam memperbaiki moralitas para pemimpin negeri ini. Bahkan pendidikan yang diangungkan tak mampu menjawab permasalahan sosial yang telah meradang dalam kehidupan bernegara. Jadi tidaklah mengherankan apabila masyarakat menganggap bahwa pendidikan tidak penting. Orang-ornag yang berpendidikan pun banyak yang pada akhirnya mengatakan hal ini. ”Pendidikan Tidak Penting!” Benarkah?
Film ini berakhir dengan sebuah kegamangan. Deddy Mizwar seolah tak ingin menyuguhkan kebohongan dalam mengurai fenomena sosial yang ada. Penonton dibiarkan ’meraba’ sendiri bagaimana nasib para pencopet yang mulai berganti profesi sebagai pedagang asongan. Toh memang tak mudah memberikan gerakan perubahan dalam keadaan dilematis.
Secara keseluruhan, film ini hampir bisa saya katakan sempurna. Hanya saja saya sedikit terganggu dengan berbagai iklan yang sering disuguhkan dalam beberapa adegan. Namun, hal itu pun saya anggap sebagai sebuah kewajaran. Seperti pendapat dari Antara News, saya pun setuju bahwa tanpa dukungan dana, film seperti ”Alangkah Lucunya Negeri Ini” hanya akan menjadi wacana yang habis dalam diskusi dan proposal.
Bagi saya sebuah film yang baik adalah film yang akan membuat kita berfikir kembali akan isi pesan yang terangkai delam balutan cerita yang menarik. Tak hanya sebatas memberi hiburan lalu tak meninggalkan bekas sama sekali bagi perbaikan diri kita dan lingkungan. Setidaknya film ”Alangkah Lucunya Negeri Ini” sudah berusaha untuk menyuarakan keprihatinan masyarakat. Walau entah bagaimana selanjutnya film ini diapresiasi dan apakah ada sedikit perubahan yang terjadi pada pemerintah dan nasib rakyatnya.


Referensi:
http://www.kapanlagi.com/showbiz/film/alangkah-lucunya-negeri-ini-bantah-kritik-pemerintah.html
http://www.antaranews.com/berita/1272800278/alangkah-lucunya-adalah-negeri-ini

Selasa, 17 Agustus 2010

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER T.A 2009/2010

Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakkultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada


Mata Kuliah : Sistem Sosial Politik
Dosen : Dodi Ambardi / Gilang Parahita
Tanggal : Selasa, 15 Juni 2010
Sifat : Tertutup




Bagian I.
Jelaskan arti atau definisi dari konsep-konsep berikut beserta konteks penggunaannya dalam analisis politik. Pilih empat saja dari lima konsep tersebut:
1.Electoral treshhold
2.Vote of no confidence
3.Electoral System (Sistem pemilihan)
4.Daerah pemilihan/dapil
5.Fusion of power
(nilai maksimal untuk setiap jawaban 10 poin, total 40 poin)


Bagian II: Esai
Pilih dan jawab dua saja dari tiga soal esai berikut:
1.Demokrasi tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia karena demokrasi adalah produk negara-negara Barat. Apakah Anda setuju dengan pernyataan ini? Jika ya, mengapa? Dan jika tidak setuju, apa alasannya dan apa bukti empiriknya? Jangan lupa, untuk menjawab pertanyaan ini, anda harus menjelaskan apa yang dimaksud dengan demokrasi terlebih dahulu.

2.Sistem presidensial lebih cocok untuk diterapkan di Indonesia, Anda setuju dengan pernyataan ini? Mengapa setuju atau tidak setuju? Apa tujuan yang hendak Anda raih dengan menerima atau menolak sistem itu? Berikan alasan dan bukti empiriknya. Sebelum memberikan argumen, berikan pengertian dan ciri pokok sistem presidensial.

3.Kampanye terbuka yang berlangsung selama satu bulan sebelum pemilu tidak akan mempengaruhi pilihan politik seseorang. Anda setuju dengan pernyataan ini? Dalam memberikan jawaban (ya atau tidak), berikan alasan atau argumen yang logis dan berikan contoh empirik untuk mendukung argumen itu.
(nilai maksimal untuk setiap jawaban 30 poin, total menjawab dua pernyataan 60 poin)

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER T.A 2009/2010

Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakkultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada


Mata Kuliah : Teori Komuniikasi (Kelas B)
Dosen : Syafrizal, S.IP
Sistem Ujian : Tertutup
Waktu : 90 menit (07.15-18,45 WIB)

Petunjuk pengertian:
1.Materi ujian ini terdiri dari 3 (tiga) kategori penilaian: pengetahuan, pemahaman dan analisis.
2.Untuk soal kategori satu, tulis huruf opsi yang menjadi pilihan Anda dalam lembar jawaban.
3.Untuk soal kategori dua, tulis jawaban singkat dan tepat tanpa harus memberikan eksplorasi lanjutan.
4.Untuk kategori tiga, tulis jawaban Anda secara komprehensif dan argumentatif. Apabila Anda menggunakan referensi buku atau sumber lain sebagai acuan jawaban, sertakan kutipan dengan tata cara yang benar.

Penilaian:
1.Untuk kategori satu dan masing-masing jawaban benar diberi nilai 5.
2.Untuk kategori dua, masing-masing jawaban yang benar diberi nilai 10.
3.Untuk kategori tiga, masing-masing jawaban diberi nilai antara 15.

Kategori 1: Aspek pengetahuan (knowledge) > Total nilai maks: 25

1.Berikut ini adalah ide kunci dalam tradisi sosiopsikologis teori komunikasi, kecuali:
a.Persuasi
b.Efek pesan
c.Perubahan perilaku
d.Pemaknaan pesan
e.Adopsi

2.Merujuk pada pemikiran Frank Dance, pendefinisian ”komunikasi” sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan dapat diposisikan dalam dimensi:
a.Level of observation
b.Intentionality
c.Normative jugment
d.Elaboration
e.Message processing

3.Pernyataan filosofis: ”bagaimana ilmu pengetahuan dikembangkan?” adalah contoh bentuk pertanyaan:
a.Ontologi
b.Epistemologi
c.Metodologi
d.Aksiologi
e.Etimologi

4.Salah satu elemen kunci dalam konseptualisasi komunikasi sebagai proses simbolik adalah ”simbol”. Konsep ini memiliki makna:
a.Stimulus yang merujuk pada realitas
b.Relasi antartanda
c.Stimulus yang merujuk pada arbritari
d.Tafsir yang tervisualisasikan
e.Gambaran situasi

5.Accomodation theory-sebagai bagian dari teori produksi pesan-berasumsi bahwa setiap komunikator memiliki kecenderungan untuk mengakomodasi setiap lawan bicaranya, tindakan ini disebut:
a.Konvergensi
b.Divergensi
c.Tindakan mutual
d.Tindakan non-mutual
e.Penetrasi kolektifS


Kategori 2: aspek pemahaman (comprehention) > Total nilai maks: 30
6.Sebutkan ciri-ciri teori komunikasi dalam perspektif Barat (Western perspectif)!
7.Paparkan fungsi komunikasi dalam kelompok menurut Functional Theory!
8.Petakan aspek-aspek yang menjadi objek kajian dalam inti teori komunikasi: struktur pesan!


Kategori 3: Aspek analitik (analytic) > Total nilai maks: 45
9.Blumler dan Katz dalam The uses of mass communications: Current perspectives on gratifications research (1974) memaparkan asumsi dasar Uses and Gratification Theory:
Uses and gratification theory suggests that media user play an active role in choosing and using media. Users take an active part in the communication process and are goal oriented in their media use. The theorist say that a media user seeks out a media source that best fulfills the needs of the user. Uses and gratifications assume that the user has alternative choices to satisfy their need.
Merujuk pada kutipan di atas, coba anda petakan interpretasi metateori teori tersebut!

10.Menurut John Fiske, komunikasi sebagai proses dapat dibedakan dalam dua perspektif, yaitu komunikasi sebagai transmisi dan transaksi. Merujuk pada pemikiran ini, coba anda analisis praktek komunikasi yang dilakukan Komjen. Susno Duadji ketika bersumpah di hadapan Pansus Century dengan menggunakan perspektif transaksi!

11.Coba anda analisis dan petakan perbedaan motivasi orang menggunakan Facebook dalam tradisi fenomenologis dan kritis!



UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

UJIAN MID SEMESTER II 2009-2010

Mata Kuliah : KOMUNIKASI MASSA A/B
Hari/Tanggal : Selasa/13 April 2010
Waktu : 90 menit
Dosen : Drs. I Gusti Ngurah Putra, M.A./Nyarwi SIP, M.Si
Sistem : Tertutup

Petunjuk:
1.Nilai maksimal yang dapat Anda peroleh adalah 100, masing-masing soal memiliki nilai 20.
2.Pergunakan referensi atau bahan pustaka yang relevan disesuaikan dengan kaidah akademis yang berlaku.
3.Pengumpulan dilakukan pada waktu ujian mid-semester berlangsung (sesuai dengan jadwal yang dikeluarkan oleh fakultas) dengan menandatangani daftar presensi.
4.Mahasiswa hanya wajib menjawab tiga soal wajib dan dua soal pilihan yang ada di bawah ini dengan jelas.

Soal Wajib:
1.Jelaskan pengertian komunikasi massa Thompson, 1994, DeFleur & Dennis, 1988, Dominick, 2002 dan Janowitz seperti dikutip McQuail, 2000! Apa saja perbedaannya dengan komunikasi dengan massa? Jelaskan secara analitis dan berikan contoh bentuk aktivitas komunikasi massa dan komunikasi dengan massa!
2.Bagaimana karakteristik komunikasi menurut Thompson, 1994 dan menurut Dominic, 2002? Jelaskan pula lima tahap proses komunikasi massa menurut DeFleur & Dennis, 1988.
3.Kronologi komunikasi manusia meliputi empat hal: a) Era komunikasi tulisan (4000 BC-kini); b) Era komunikasi cetakan (1456-kini); c) Era telekomunikasi (1844-kini); dan d) Era komunikasi interaktif (1946-kini). Jelaskan karakteristik dari keempat era tersebut! Jelaskan pula apa implikasi dari masing-masing kronologi komunikasi manusia keempat era tersebut!
4.Menurut Hallin dan Mancini, 2004, terdapat tiga model Sistem Media, yaitu Model Pluralis, Model Korporatis Demokratis dan Model Liberal. Jelaskan perbedaan ketiga jenis sistem media tersebut ditinjau dari aspek: a) Industri Surat kabar; b) Paralelisme Politik; c) Profesionalisasi dan d) Peranan Negara dalam sistem media!
5.Apakah yang dimaksud dengan gatekeeper dalam proses komunikasi massa? Bagaimana gatekeeper tersebut bekerja dalam komunikasi massa? Kelaskan pula contoh kerja gatekeeper dalam proses komunikasi massa di Indonesia!

Soal Pilihan
6.Infrastruktur teknis merupakan salah satu prasyarat penting bagi proses komunikasi massa. Jelaskan apa yang dimaksud dengan infrastruktur teknis dalam proses komunikasi massa! Bagaimana keadaan atau situasi infrastruktur teknis masing-masing media di Indonesia?
7.Apa yang dimaksud dengan komunikator profesional? Apa syarat komunikator profesional? Bagaimana proses kerja penyaringan berita yang dilakukan oleh wartawan?
8.Media cetak di Indonesia sudah masuk pada tahap terspesialisasi. Mengapa? Apakah tahap ini terjadi pada seluruh populasi atau hanya terjadi pada kelompok tertentu. Mengapa demikian?




Mata Kuliah : Sistem Sosial dan Sistem Politik Indonesia
Pengampu : Drs. Widodo A. Setianto, M.si
Jurusan/prodi : S-1 Ilmu Komunikasi/A + B
Hari/tanggal : Selasa, 20 April 2010
Waktu : 120 menit
Sistem : Terbuka

Jelaskan pokok-pokok pikiran dari:
1.Teori stratifikasi sosial fungsional Kingsley Davis dan Wilbert Moore.
2.Teori Fungsional struktural Talcot Parson dan Robert K. Merton.
3.Teori Neo Fungsionalisme Jefry Alexander dan Paul Colomy.
4.Teori Konflik Ralph Dahrendorf.

Semakin lengkap dan sistematis bahasannya, maka akan semakin baik buat Anda.



MATA KULIAH : KOMUNIKASI PEMASARAN
DOSEN : DRS. WIDODO AGUS SETIANTO, M.Si
JURUSAN/PRODI : S-1 ILMU KOMUNIKASI (A+B+C)
HARI/TANGGAL : SENIN, 19 APRIL 2010
ALOKASI WAKTU : 100 MENIT
SIFAT UJIAN : TERTUTUP

Soal :
1.Komunikasi diyakini sebagai faktor yang sangat esensial dalam menentukan keberhasilan kegiatan pemasaran.
(1)Jelaskan hubungan antara komunikasi dan pemasaran!
(2)Jelaskan pentingnya kegiatan komunikasi dalam pemasaran!

2.Kegiatan pemasaran besar-besaran yang dilakukan di Amerika pada sekitar tahun 1920-an telah berhasil menaikkan tingkat konsumsi masyarakat dan mendorong standar apresiasi kehidupan material masyarakat.
(1)Jelaskan pengertian pemasaran, bauran pemasaran dan manajer pemasaran!
(2)Jelaskan akibat-akibat sosial yang terjadi seiring dengan keberhasilan pemasaran besar-besaran yang telah dilakukan!

3.Keberhasilan sebuah perusahaan dalam merengkuh pasar adalah dengan penyerahan produk yang sesuai dan dapat memenuhi dan atau memuaskan kebutuhan/keinginan konsumennya.
(1)Jelaskan apa yang dimaksud dengan kebutuhan dan keinginan!
(2)Jelaskan pengertian produ, product kining dan product bunding!

4.Agar tercipta suatu marketing influence dalam kegiatan pemasaran maka produsen senantiasa harus bersikap consumer oriented.
(1)Jelaskan apa yang dimaksud dengan sikap consumer oriented dan apa hubungannnya dengan konsep pemasaran!
(2)Jelaskan apa yang dimaksud dengan diferensiasi produk dan marketing myopia!

5.Salah satu situasi yang memungkinkan bagi diterapkannya konsep produksi pada kegiatan pemasaran adalah pada saat permintaan terhadap produk melebihi persediaan. Ini merupakan logika yang tidak umum, mengingat di tengah-tengah tingginya permintaan dan terjadinya kelangkaan produk seharusnya harga justru meningkat. Dalam konsep produksi, situasi yang semacam ini justru diupayakan sedemikian rupa agar harga tetap stabil.
(1)Jelaskan dengan pengetahuan saudara mengenai fenomena dalam konsep produksi ini!
(2)Jelaskan apa yang membedakan antara konsep produksi, konsep produk, konsep penjualan dan konsep pemasaran!

Soal MID SEMSETER
-Komunikasi Antarmanusia: Soal Lisan, menyebutkan kata kunci dari konsep yang telah dipelajari.
-Kewarganegaraan : Soal dikumpulkan.
-Metode Penelitian Sosial : Membuat proposal penelitian.
-Sejarah Ilmu Komunikasi dan Media : Take home

Ketika Kakiku Berpijak di Dataran Vietnam

Dari sebuah negara paling timur di Semenanjung Indochina, Asia Tenggara inilah awal mimpiku menjelajahi dunia akan dimulai. Ya! Vietnam adalah pengokoh pijakan dalam perjalanan panjang menuju masa depanku. Vietnam memberikan sketsa warna berbeda dalam gambaran sebuah negara, keunikan budaya, perjuangan ekonomi dan segala pernak-pernik di dalamnya. Kemudian, setiap jengkal tapak kakiku di sana akan menjadi bukti tentang arti sebuah kekuatan imagi, ambisi dan untaian doa pada Illahi Rabbi. Lihatlah! Aku berdiri di depan University of Social Sciences and Humanities, Ho Chi Minh City. Dari kota terbesar dan terpadat di negara komunis itulah akan kupersembahkan Indonesia yang sesungguhnya melalui sebuah almamater bernama Universitas Gadjah Mada.
Asal Kau tahu kawan, semua bermula dari 2010 Indonesia-Vietnam Youth Friendship Program yang telah memberiku kekuatan untuk menjemput asa dan merubah dunia. Alasan mengapa aku sangat ingin mengikuti program pertukaran budaya itu, tak lain karena sebuah harapan untuk menempa diriku menjadi pribadi yang lebih berkontribusi, kritis, aspiratif dan memupuk semangat untuk terus memperbaiki negeri ini. Dalam program itulah aku yakin akan adanya sebuah optimisme perubahan. Program ini akan memberikan dampak positif bagi perkembangan Indonesia, khususnya dalam bidang pariwisata dan pendidikan. Konsentrasi pada budaya merupakan aspek yang potensial untuk mempromosikan wajah Indonesia. Program persahabatan antara pemuda Indonesia dan Vietnam pun akan menciptakan hubungan bilateral yang baik dari kedua negara tersebut.
Masih bertanya mengapa aku berminat mengikuti program dari Asean Youth Friendship Network (AYFN) itu? Kawan, jika jabawan keegoisan yang kalian inginkan, maka akan kujawab dari sisi harapan seorang pembelajar yang belum pernah sama sekali ke luar negeri. Siapa yang tak ingin mendapatkan pengalaman eksotis menyusuri Delta Sungai Mekong, menyaksikan megahnya University of Social Sciences and Humanities, Ho Chi Minh City secara langsung, bersahabat dengan mahasiswa Vietnam, menikmati budaya Vietnam yang khas dan merasakan sensasi iklimnya? Aku ingin tahu bagaimana kondisi kemacetan yang menjadi masalah serius di Ho Chi Minh City akibat jalan-jalan kota berjuang untuk mengatasi membeludaknya jumlah automobil. Tentu akan kutemukan pemandangan yang berbeda ketika mengamati jalur transportasi di sana. Berkebalikan dengan Indonesia, Vietnam menggunakan jalur kanan untuk lalu lintas jalan raya.
Di sisi yang berbeda, aku adalah wanita desa yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat berpendidikan rendah. Sebagaian besar dari mereka menganggap bahwa orang sukses adalah mereka yang dapat bekerja dengan gaji yang banyak. Kuliah dianggap sebagai perbuatan menghambur-hamburkan uang yang tak jelas hasilnya. Bagi mereka, ke luar negeri adalah mimpi. Kesempatan untuk berkunjung ke sana pun hanya untuk mereka yang berkantong tebal. Tapi semua itu tak berlaku bagiku. Aku akan membuktikan pada keluarga dan orang-orang yang meragukanku bahwa aku bisa menciptakan gerakan perubahan. Aku akan mematahkan keyakinan lama yang sulit berkembang. Aku ingin mencerdaskan putra-putri bangsa dengan mengutamakan pendidikan agama, moral dan keteguhan sikap serta menanamkan rasa memiliki terhadap bangsa ini. Kemudian suatu saat nanti kawan, Kau akan melihat satu per satu dari mereka bergerak menuju pembaharuan yang dinamis. Aku yakin itu.

Jumat, 30 Juli 2010

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

NOMOR 14 TAHUN 2001

TENTANG KEMASYARAKATAN DESA

I. PENJELASAN UMUM.

Pembanguna di DESA akan berhasil guna dan berdaya guna apabila melibatkan seluruh warga masyarakat dalam pelaksanaannya, baik dalam penentuan prioritas maupun perencanaan dan pembiayaannya. Partisipasi aktif warga masyarakat dalam pembangunan Desa baik social budaya, agama dan ekonomi perlu wadah dalam Organisasi Kemasyarakatan yang independen, tidak merupakan kepanjangan tangan darai Pemerintah Desa dan betul-betul dibutukan oleh masyarakat desa Keberadaanya. Pemberdayaan masyarakat melalui Lembaga Kemasyarakatan Desa bertujuan untuk lebih meingkatkan peran serta masyarakat dalam pengambilan keputusan, perencanaan maupun pelasksanaan pembangunan di Desa.

Sebagai mitra kerja Pemerintah Desa dapat dibentuk Lembaga Kemasyarakatan Desa, yang mempunyai tugas dalam aspek perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang bertumpu pada masyarakat. Pemberdayaan Lembaga tersebut untuk mewujudkan terciptanya masyarakat Desa yang maju dan mandiri, sejahtera lahir dan batin.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas

Pasal 3

Cukup jelas

Pasal 4

Cukup jelas

Pasal 5

Cukup jelas

Pasal 6 ayat (1)

Pengurus LKD selain dipilih dari dan oleh masyarakat Desa, juga tidak diperkenankan merangkap jabatan atara satu LKD deangan LKD yang lain, dengan jabatan Lurah dan Pamong Desa, anggota BPD,seta tidak memilik hubungan keluarga dengan Lurah sampai dengan derajat satu, sebagaimana persyaratan anggota BPD.

Susunan organisasi tata cara pemilihan dan pelantikan pengurus Lembaga Kemasyarakatan Desa, sebagaimana dimaksud juga memuat materi antara lain:

1. Tata Kerja

2. Tugas, pokok dan funfsi

3. Pertanggungjawaban

4. Larangan dan sanksi

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 7

Cukup jelas

Pasal 8

Cukup jelas

Pasal 9

Cukup jelas

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten dapat member fasilitas seperti pemberian pelatihan dan bimbingan bila dibutuhkan oleh masyarakata dan atas permintaan masyarakat, bersifat bottom-up.

Pasal 12

Cukup jelas

Pasal 13

Segala bentuk administrasi pemerintahan yang selama ini melibatkan RT/RW misal, pengurusan surat-surat pengantar, penarikan pajak dan retribusi dan lainnya yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini diadakan penyesuaian.

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Cukup jelas

Minggu, 20 Juni 2010

Menyusuri Jejak-Jejak Sejarah di Kota Solo

Sekitar pukul 07.40 WIB dari fakultas FISIPOL UGM bus mulai meluncur ke Solo. Akhirnya.. setelah menunggu kurang lebih satu jam, kami mahasiswa komunikasi UGM angkatan 2009 berangkat juga ke tujuan jalan-jalan edukasi kita. Pertokoan, rumah sakit, masjid, perkantoran, rumah makan, dan berbagai tempat usaha lainnya tampak menyesaki jalanan Jogja-Solo. Satu per satu berlomba menunjukkan kemolekan gedung dan fasilitas yang ditawarkan. Bahkan tempat-tempat ibadah pun nampaknya tak ingin kalah saing dalam usaha memikat perhatian pengguna jalan. Berbagai baliho, spanduk serta beragam jenis dan ukuran media iklan turut menambah kesemrawutan tata kota yang ada. Saya sadar, semua itu tak bisa lepas dari daya tarik ’raja bertahan’ kita di dunia, uang!

Lokananta masih merana
Kurang lebih dua jam menanti dalam perjalanan, akhirnya bus kami pun tiba di tujuan pertama, Perusahaan Umum Percetakan Negara Lokananta merupakan. Tempat bersejarah ini merupakan sebuah perusahaan rekaman musik pertama di Indonesia yang didirikan pada tahun 1956. Bertempat di kota Solo, Jawa Tengah, Lokananta menjalankan fungsinya dalam memproduksi dan menduplikasi piringan hitam, kaset audio dan pita magnetik. Tahun 1985 Lokananta mulai melakukan rekaman dalam bentuk audio CD.
Kata Lokananta yang berasal dari Jawa kuno mengandung makna seperangkat gamelan di kayangan yang dapat dapat berbunyi tanpa penabuh dengan suara yang syahdu. Awalnya, pada tahun 1945 Lokananta dijadikan sebagi corong pemerintah. R. Maladilah yang mempunyai ide untuk mendirikan perusahaan piringan hitam itu.


Melihat potensi penjualan piringan hitam maka melalui PP Nomor 215 tahun 1961 status Lokananta menjadi Perusahaan Negara. Lokananta sekarang menjadi salah satu cabang dari Perum Percetakan Negara RI. Sebagai Perum Percetakan Negara RI cabang Surakarta kegiatannya antara lain recording,music studio, braodcasting, percatakan dan penerbitan.
Arsip-arsip rekaman lagu-lagu di daerah dari seluruh Indonesia dan lagu-lagu pop lama menjadi bagian utama dari koleksinya, selain beberapa alat perekam tempo dulu, dan jajaran satu set gamelan lengkap untuk rekaman gending-gending tanah Jawi. Rekaman musik gamelan Jawa, Bali, Sunda, Sumatera Utara (batak) dan musik daerah lainnya serta lagu lagu folklore ataupun lagu rakyat yang tidak diketahui penciptanya ada di sana. Rekaman gending karawitan gubahan dalang kesohor Ki Narto Sabdo, dan karawitan Jawa Surakarta dan Yogya merupakan sebagian dari koleksinya. Tersimpan juga master lagu berisi lagu-lagu dari penyanyi legendaris seperti Gesang, Waldjinah, Titiek Puspa, Bing Slamet, dan Sam Saimun. Lokananta mempunyai koleksi lebih dari 5.000 lagu rekaman daerah. Terdapat pula rekaman pidato-pidato kenegaraan Presiden Soekarno.
Salah Satu karya musik produksi Lokananta adalah merekam lagu Rasasayange bersama dengan lagu daerah lainnya dalam satu piringan hitam. Piringan hitam ini kemudian dibagikan kepada kontingen Asian Games pada tanggal 15 Agustus 1962. Lagu Rasa sayange yang merupakan lagu foklore dari Maluku yang telah menjadi musik rakyat Indonesia.
Setelah cukup puas melihat-lihat dan perut sudah meronta untuk segera diisi, perjalanan dlanjutkan untuk acara yang paling ditunggu-tunggu. Makan Siang! Yeah... (peserta rombongan bersorak).






Taman Balaikambang: Tempat Singgah Mengisi Perut
Tempat yang dipilih untuk menikmati santap siang spesial kami bersama teman-teman adalah Tama Balaikambang. Di sebuah taman di pusat kota Solo itu menyajikan hamparan padang rumput yang asri. Beberapa kijang berlarian dengan gemulainya. Pemandangan ini tak dibiarkan teman-teman untuk mengabadikannya dalam frame kamera. Kelompok saya, ’Atlantis’ dan beberapa kelompok yang lain memilih spot di tepi kolam ikan besar. Rombongan angsa putih nan anggun di ujung kolam menambah sentuhan suasana keindahan.
Kami melahap makan siang sembari sesekali bercengkrama dengan ikan-ikan yang berebut nasi. Moncong mulut-mulut ikan itu seperti moncong mulut-mulut rakyat negeri ini yang tengah kelaparan mengharap kesejahteraan dapat segera dicicipi. Setelah sholat dhuhur acara dilanjutkan menuju tujuan berikutnya.

Monumen Pers Nasional: Jejak Sejarah Pers Indonesia
Monumen Pers didirikan untuk memperingati Hari Jadi Pers saat diadakan pertemuan para wartawan seluruh Indonesia (PWI) pada tanggal 9 Februari 1946. Monumen Pers Nasional yang berlokasi di Jl. Gajah Mada itu sebelumnya merupakan gedung yang dulunya bernama Gedung Sasono Suko Societet milik Kraton Mangkunegaran. Peresmian gedung monumen ini baru dilakukan oleh Presiden RI saat itu, Soeharto, pada 9 Februari 1978 sebagai peringatan perjuangan pers di Indonesia. Melalui SK Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 151/M.PAN tanggal 6 Juni 2002, Monumen Pers Nasional dijadikan sebagai UPT Lembaga Informasi Nasional.
Pada tahun 1923, gedung utama monumen itu sempat digunakan untuk rapat mendirikan radio berwawasan kebangsaan. Tahun 1999 status yang dipegang masih berada di bawah Departemen Penerangan. Saat ini posisi Monumen Pers Nasional ini berada di bawah Departemen Komunikasi dan Informasi.

Di Monumen inilah disimpan radio pertama masa perjuangan. Disebut sebagai Radio Kambing yang digunakan untuk mengirimkan musik gamelan ke negeri Belanda sebagi pengiring tarian putri Raja Pakualam. Di tempat ini juga disimpan beberapa media cetak dari masa penjajahan hingga saat ini. Dengan berbagai alasan yang mendasarinya, tak semua surat kabar atau majalah dapat terdokumentasikan di tempat ini. Dalam perkembangannya, untuk mengefisensikan majalah atau surat jabar yang ada kemudian didigitalisasikan agar sistem pengarsipannya lebih terjaga.

Kampung Batik Kauman
Objek kunjungan yang terakhir kami adalah sentra industri batik di Kampung Batik Kauman. Kami harus berjalan beberapa ratus meter dari jalan utama karena bus tak bisa masuk ke dalam. Setelah menyusuri gang-gang sempit nan panjang, kami pun sampai di salah satu rumah produksi batik. Di sini kami dapat melihat proses pembuatan batik, baik yang secara alami atau batik cap. Bahan-bahan yang digunakan untuk pewarnaan berasal dari produk alam yang beberapa di didatangkan langsung dari NTT. Berbagai sovenir, aksesoris, peralatan rumah tangga, hingga kain batik panjangan atau berbentuk baju dipajang memenuhi ruangan. Mereka saling bersolek merayu hati pengunjung agar meminangnya dengan harga yang tinggi.
Kampung Kauman mempunyai kaitan erat dengan sejarah perpindahan kraton Kartosuro ke Solo yang kemudian berubah nama menjadi Kasunanan. Kauman merupakan tempat ulama yang terdiri dari beberapa lapisan masyarakat mulai dari penghulu tafsir anom, ketip, modin, suronoto dan kaum. Keberadaan kaum sebagai penduduk mayoritas di kawasan inilah yang menjadi dasar pemilihan nama "kauman". Masyarakat kaum (abdi dalem) mendapatkan latihan secara khusus dari kasunanan untuk mebuat batik baik berupa jarik/selendang dan sebagainya. Dengan kata lain, tradisi batik kauman mewarisi secara langsung inspirasi membatik dari Ndalem Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Berdasarkan bekal keahlian yang diberikan tersebut masyarakat kauman dapat menghasilkan karya batik yang langsung berhubungan dengan motif-motif batik yang sering dipakai oleh keluarga kraton (http://info.indotoplist.com/?ZEc5d1BURXpKblJ2Y0d0aGREMG1iV1Z1ZFQxa1pYUmhhV3dtYVc1bWIxOXBaRDB5TXpNbWJYVnNZV2s5TUNad2FHRnNQUT09).

Persinggahan Singkat di Masjid Surakarta
Karena masih menunggu perjalanan ke tempat yang semula direncanakan, yaitu Galabo, kami sekelompok kecuali seorang teman yang non muslim menyempatkan sholat ashar di masjid Surakarta. Masjidnya cukup luas, bahkan sangat luas menurut saya bila dibandingkan masjid-masjid yang pernah saya singgahi. Awalnya kami bingung mencari tempat sholat untuk putri, karena sejurus pandang hanya laki-laki yang memenuhi pelataran dan bagian dalam masjid. Ternyata tempat sholat untuk kaum putri berada di sebelah kiri bagian belakang Masjid. Mungkin maksud penempatan ini awalnya menunjukkan bahwa wanita memang pantas ’disamping kirikan’. Tempat mereka pun harus di belakang dan disembunyikan dari pandangan. Dengan gaya arsitektur layaknya joglo, masjid ini berdiri tegak berhadapan dengan keraton Surakarta yang angkuh.

Saatnya Pulang
Sesampainya di tempat pemberhentian bus, ternyata teman-teman sedang berkondolidasi untuk menentukan tujuan akhir dari perjalanan ini. Dengan berbagai pertimbangan, salah satunya efisiensi waktu, akhirnya kami semua memutuskan untuk menyudahi penjelajahan kami di kota Solo ini. Satu per satu teman-teman naik ke dalam bus. Tak lama kemudian bus pun meluncur menuju Yogyakarta tercinta. Akhirnya pulang juga...! Jogja.. aku kembali dalam dekapan pesonamu.





Daftar Referensi

http://berita.liputan6.com/sosbud/201006/281064/Museum.Monumem.Pers.Digitalisasi.Koleksi.Koran
http://id.wikipedia.org/wiki/Lokananta
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4338539
http://info.indotoplist.com/?ZEc5d1BURXpKblJ2Y0d0aGREMG1iV1Z1ZFQxa1pYUmhhV3dtYVc1bWIxOXBaRDB5TXpNbWJYVnNZV2s5TUNad2FHRnNQUT09
Berbagai informasi yang disampaikan pemandu tempat kunjungan

Ramadhan.. Aku Rindu

Allahumma bariklana firajab wasya'ban wa balighna ramadhan...


Ramadahan..
Alunan dzikir dan doa-doa panjang setiap hamba mengalir deras dalam malam-malammu
Sedekah bertebaran hampir di setiap pelosok negeri
Berbagai kajian ilmu digelar untuk merayakan keagungan namamu
Bahkan orang-orang rela menahan lapar dan dahaga
demi nikmat tak terhingga saat berbuka
Dan bertemu Dzat tercinta di taman-taman surga yang Kau janjikan

Mulianya dirimu..
Setiap orang merindukan kedatanganmu
Menyapa setiap kekosongan hati
Yang telah buta oleh gemerlapnya duniawi

Marhaban ya Ramadahan..
kami menyambutmu
Dengan penuh rindu dan haru

Semoga masih diberi kesempatan
untuk mengecup keberkahan di setiap sepertiga malam terakhirmu

Sebuah Ucapan Syukur

Rabb.. hari ini aku belajar tentang arti sebuah kesetiakawanan. Tak ada yang lebih setia menemani seorang hamba di saat suka maupun duka kecuali Engkau semata. Tak ada yang mampu senantiasa terjaga, menjaga hal yang disayangi dan dicintai seorang hamba kecuali Engkau. Segala sesuatu yang terjadi di jagat raya ini tak pernah luput dari pengetahuan-Mu. Bahkan satu daun yang gugur di antara jutaan ribu pohon di dunia ini, Engkau mengaturnya. Bahkan ketika ada sebutir biji sawi busuk di dasar bumi ini pun Engkaulah yang paling dahulu mengetahuinya.

Hmmmf… ya Allah.. mungkin selama ini aku kurang menghargai waktu yang telah Engkau amanahkan untukku. Mungkin selama ini belum kukerahkan seluruh potensi yang Engkau anugerahkan kepadaku.

Tapi ya Rabbi.. aku berusaha untuk mensyukuri apa pun yang Engkau tetapkan dalam hidupku. Walau terkadang pahit untuk dijalani. Namun aku selalu yakin semua ini yang terbaik.

Tak jenuh-jenuhnya aku mengemis untuk kemurahan-Mu mengampuni segala dosa. Karena diri ini tak mau hidup terlunta di akhirat sana, dihadang Malaikat Malik di depan pintu neraka. Na’udzubillahimindzalik..

Terima kasih ya Allah.. Engkau telah memberikan rasa cinta di hati kami. Engkaulah satu-satunya Dzat yang kuasa membolak-balikkan hati. Betapa semua ini Engkau ciptakan dengan penuh manfaat dan keseimbangan. Terima kasih ya Allah.. atas semua yang tercipta dan termaktub dalam lika-liku hidupku.

Lindungi dan kasihi orang-orang yang kucintai, mencintaiku, dan orang-orang yang mempunyai cinta yang tulus karena-Mu. Berkahi setiap derap langkah mereka ya Allah.. balaslah dengan pahala yang berlipat atas semua pengorbanan dari hati mereka. Wafatkan kami dengan husnul khotimah.. lapangkan kubur kami.. tenangkan jiwa kami..

Sayangi kedua orang tuaku, adik-adik tersayangku, keluargaku, para leluhurku, sahabat-sahabatku, saudara-saudara seperjuangan... hingga Engkau berkenan mempertemukan kami dalam Jannah-Mu. Berjumpa dengan Nabi yang kami rindu..Muhammad saw. Dan Melihat dazat-Mu dengan penuh pengharapan. Sang Pencipta alam dan segala isinya.

Tak ada yang lebih berharga dari apa pun jua baik di dunia maupun akhirat, kecuali mahabbah setulus jiwa untuk sang Rabbi yang Kuasa.

Jumat, 04 Juni 2010

Ketika Hati Rindu Illahi

Rabb.. tak pernah aku merasa kecewa dalam setiap jawaban atas doa-doa yang kupanjatkan kehadirat-Mu. Rabb.. tak pernah aku merasa sendiri di dunia ini karena Engkau memberikan orang-orang hebat dan penuh kasih kepadaku. Rabb.. tak pernah aku merasa pantas untuk berbangga diri sehingga melalaikan kuasa-Mu.


Ketika hati rindu kembali bersujud di hadap-Mu.. tak kuasa kutahan perih hati atas lautan dosa yang membanjiri polah hidupku. Aku rindu bermunajat sepenuh hati di sepertiga malam terakhir-Mu. Aku rindu melafadzkan untaian doa-doa panjangku dengan khusyuk di atas sajadah penghambaan.


Rabb.. izinkan aku untuk senantiasa merasakan rengkuhan kasih-Mu. Rabb.. kuatkan hatiku untuk senantiasa berjuang melawan angkara nafsu yang memenjarakanku. Hanya untuk-Mu ya Allah.. jiwa dan ragaku. Lindungi orang-orang yang kucintai dan mencintaiku.


Salam Rindu Pada-Mu dan Nabi junjunganku.

Kamis, 03 Juni 2010

Perhitungan Rating pada Media Baru

Media baru pada saat ini sangat digandrungi oleh berbagai kalangan. Selain beragamnya informasi yang diberikan, media baru memberikan lebih banyak peluang untuk menjalin relasi hingga taraf internasional. Tidak menampikkan keuntungan yang ditawarkan, berbagai perusahan media massa pun kini mulai memanfaatkan media baru sebagai usaha untuk mengembangkan produksinya.

Pengertian Media Baru
Media baru diartikan sebagai media yang mampu menayangkan konten atau informasi secara interaktif. Audien dapat menanggapi setiap informasi secara langsung (immediate feedback) sehingga para pelaku komunikasi secara aktif mampu berganti peran antara komunikator dan komunikan.
Berikut beberapa kriteria sebuah media dikatakan baru:
 Berbeda dengan media yang ada sebelumnya, baik dari segi bentuk, fungsi maupun cakupanya.
 Interaktif; Audien dapat memberikan tanggapan atau feedback kepada sumber informasi secara langsung
 Continous deadline, cepat, dan memiliki akurasi tinggi
 Dapat mempengaruhi bahkan mengubah perspektif, paradigma dan pola pikir manusia secara global

Rating: Tolak Ukur Kesuksesan Sebuah Media
Rating pada media baru digunakan untuk mengetahui seberapa banyak orang mengakses sebuah halaman website. Tinggi rendahnya rating tersebut kemudian akan berakibat pada besar kecilnya iklan dan promosi. Dengan demikian eksistensi sebuah rumah produksi akan terus bertahan. Sehingga tidaklah mengherankan ketika pengembangan program selanjutnya mulai dari perencanaan sampai produksi dan pemasaran akan sangat dipengaruhi oleh hasil rating yang diperoleh.
.
Untuk melihat tingkat rating sebuah website dapat diketahui dengan mengunakan program yang disebut web statistik. Dari sebuah web statistik ini kemudian akan diketahui siapa dan dari mana orang yang telah mengunjungi halaman web tersebut. Selain itu dengan menggunakan web statistik ini akan diketahui halaman apa yang paling populer dari sebuah situs web tersebut. Beberapa website statistic tool yang sering digunakan adalah:

1. Google Analytics
2. W3counter
3. AWStats
4. StatCounter
5. SiteMeter
6. CrazyEgg
7. MyBlogLog
8. Wordpress Stat
9. Histats
10. Woopra

Istilah yang kemudian sering digunakan dalam web statistik adalah pageviews. Pageviews sering dijadikan sebagai indikator kesuksesan sebuah situs web. Pageviews adalah ukuran jumlah halaman sebuah website yang dibuka pengunjung. Ada banyak alasan mengapa jumlah pageviews dianggap penting. Salah satu alasan tersebut adalah semakin banyaknya peluang monetasi halaman-halaman yang mempunyai page impression yang tinggi

Penghitungan Rating dan Implikasinya
Pihak yang menilai tingkat rating sebuah web anatara lain adalah Alexa Rank dan Google PageRank (PR). Dengan Alexa Rank atau Google PageRank kita dapat mengetahui berapa nilai jual pada sebuah web. Dari peringkat yang dihasilkan inilah kemudian sebuah web dapat menghasilkan pundi-pundi uang.
Pihak Alexa akan menghitung ranking web dengan cara menganalisa trafik jutaan web dari Alexa toolbar yang terpasang dari sumber trafik lainnya. Perhitungannnya adalah dengan mengombinasikan seberapa banyak pengunjung dan pageviews unik pada suatu web selama kurang lebih 3 bulan. Dengan semakin banyak hit dan pageviews pada suatu web, maka akan semakin tinggi peringkatnya. Angka tersebut dapat dilihat dari widget yang dipasang oleh web tersebut.
Satu pageview dihitung jika terdapat satu user yang mengunjungi sebuah halaman. Apabila sebuah user yang sama menjadi pengunjung lebih dari sekali, maka akan tetap dihitung satu pageview. Kemudian setiap periode tertentu akan dihitung berapa rata-rata pengunjung dan pageviews yang ada.
Pebedaan rangking oleh Alexa dan Google PageRank terletak pada skala peringkatnya. Hasil peringkat Alexa akan menilai angka 100 lebih baik daripada 1000. Sedangkan Google PageRank angkanya hanya berkisar 1 sampai 10 dan angka yang lebih besar itulah yang dinilai lebih baik.
Manfaat yang diperoleh dari fasiitas Alexa Rank atau Google PR adalah sebagai dasar untuk menilai seberapa tinggi harga link sebuah web atau blog. Semakin tinggi Ranking Alexa pada sebuah web atau blog maka semakin tinggi pula bargaining power link. Dari sinilah pundi- pundi uang akan mengalir.



Referensi

Bahan kuliah jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada 2009/2010
Effendy, Onong Uchjana. 1981. Dimensi-dimensi Komunikasi. Bandung: Penerbit Alumni.
http://www.google.com/intl/id/analytics/
http://www.newmedia.web.id/2008/10/aplikasi-web-20-mendukung-media-baru

Kasus Susno: Antara Perbaikan Citra dan Komoditas Berita

Pengantar
Media massa diyakini mempunyai kekutan yang ampuh untuk mempengaruhi pemahaman seseorang terhadap suatu fenomena sosial. Termasuk di dalamnya adalah isu-isu politik yang dikemas dalam bentuk sebuah berita. Berita politik tersebut kemudian diharapkan dapat membentuk opini publik yang mampu bersikap kritis atas wacana sosial yang disajikan.
Dengan semakin meningkatnya jumlah presentase kepemilikan media oleh masyarakat Indonesia, kini sebuah informasi atau berita dapat menjangkau kalangan yang lebih luas. Tingkat pendidikan yang lebih baik turut mendorong masyarakat untuk memahami kondisi yang terjadi dalam negaranya. Dalam hal ini opinion leader juga memberikan kontribusi besar dalam meneruskan informasi dan membina masyarakat agar tidak bersikap apatis.
Bercermin dari besarnya manfaat yang ditawarkan media dan meluasnya tingkat aksesibilitas masyarakat, banyak pihak yang kemudian memanfaatkan kekuatan media untuk kepentingan individu atau kelompok. Para aktor politisi dan para pemegang kekuasaan di negeri ini pun tak ketinggalan memanfaatkan media untuk menjaga citra mereka di mata masyarakat. Persaingan media yang semakin ketat dan kebutuhan finansial yang tidak sedikit demi kelangsungan perusahaan memberikan pertimbangan tersendiri bagi sebuah rumah produksi untuk menetukan kebijakan yang akan diambil. Tak heran apabila selanjutnya berita dijadikan bahan komoditas daripada berfungsi sebagai anjing pengawas (watchdog) yang melakukan pemantauan terhadap pemegang kekuasaan.
Salah satu isu poilitik yang menghiasi pemberitaan di media akhir- akhir ini adalah kasus Susno Duadji dan POLRI. Nama Susno mulai menjadi buah bibir sejak sepak terjangnya sebagai tokoh sentral dalam kontroversi ‘Cicak vs Buaya’ dikecam sebagian besar masyarakat. Pernyataan Susno dinilai telah merendahkan KPK. Di sisi lain POLRI dianggap mempunyai tambahan dosa atas pernyataan oknum polisi tersebut, disamping dosa atas sikap penahanan Bibit S. R. dan Chandra M. H. yang disinyalir hanyalah rekayasa kepolisian. Tuntutan untuk menindak Susno pun menggema seiring dengan derasnya dukungan pembebasan kedua ketua nonaktif KPK saat itu.



Setelah mendapat cap buruk dari berbagai pemberitaan yang ada dan kemudian diberhentikan dari tugas kepolisiannya sejak November 2009, Susno Duadji terkesan semakin lantang bertestimoni bahwa dirinya adalah korban dari politik kepentingan yang dilakukan instansinya. Melalui beragam media, Susno berusaha mengklarifikasi masalah menurut subjektifnya.
Tulisan singkat ini akan berusaha mengaitkan sikap Susno yang membelot dari institusinya dengan peranan media dalam memperbaiki citranya di mata masyarakat. Selain itu, penulis berusaha menghubungkan kasus ini dengan teori-teori komunikasi yang relevan. Di sisi lain tulisan ini akan membahas strategi propaganda yang dipakai Susno dan praktek komoditas berita yang dilakukan media untuk memasarkan programnya.

Media Menjembatani Perbaikan Citra Susno
Berbicara tentang citra, kata ini dalam bahasa Jawa berarti gambar. Citra kemudian dikembangkan menjadi gambaran sebagai padanan pendekatan image dalam bahasa Inggris. Secara umum citra politik dapat diartikan sebagai gambaran seseorang tentang politik, baik dalam kekuasaan, kewenangan, konflik atau konsensus (Arifin, 2006:2).
Citra yang melekat pada diri seseorang, baik sesuai atau tidak dengan kondisi individu, secara tidak langsung akan menimbulkan persepsi yang sejalan dengan citra yang sudah ada sebelumnya. Perubahan atau perbaikan pandangan seseorang akan dimulai ketika ia mendapatkan informasi yang berbeda dengan wacana masa lampau. Melalui kata-kata politik, seseorang dapat menciptakan citra tentang objek dan kondisi di dalam dunia konflik dan kerjasama sosial.
Masih segar dalam ingatan kita bagaimana Susno Duadji, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (kabareskrim) Kepolisian RI yang sempat terlibat kasus korupsi itu memanfaatkan media untuk mendongkrak opini publik. Susno berusaha menyetir penilaian negatif atas dirinya dengan menjaring simpati masyarakat. Drama reinkarnasi citra diri pun dimulai ketika Susno berusaha menjadi oase di tengah kegersangan kondisi praktik penegakan hukum di negeri ini.
Dalam keterangan yang diberikan Susno kepada Swaramedia, ia meminta dukungan dari masyarakat dalam gerakan memberantas ketidakadilan, manipulasi kebenaran, rekayasa kasus, hingga korupsi. Karena menurutnya, rakyat sudah jenuh dengan praktik penegakan hukum yang sewenang-wenang.
Susno memanfaatkan dengan baik ekspose media atas kehadirannya dalam peristiwa Antasari dan Century. Dalam berbagai kesempatan, Susno membeberkan borok-borok yang selama ini ia anggap telah menodai tubuh POLRI. Dengan gencar ia mengungkap berbagai dugaan tindak korupsi dan jenderal makelar kasus dalam jajaran kepolisian. Polah Susno melawan arus institusi yang telah membesarkan namanya itu mampu memikat perhatian publik.
Perbaikan citra Susno tidak dapat dilepaskan dari konstruksi media dalam memproduksi sebuah berita. Terkait dengan teori agenda setting yang dikemukakan oleh Maxwell Mc Combs dan Donald Shaw, media berfungsi sebagai sebagai sarana yang mengagendakan hal-hal yang perlu menjadi perhatian dari masyarakat. Media dalam hal ini secara tersirat menjabarkan apa dan bagaimana publik harus berfikir mengenai kasus Susno.
Tentunya di sisi yang berbeda, kasus ini turut memberikan pengaruh dalam memandang citra kepolisian di mata masyarakat. Konflik internal dalam tubuh POLRI justru akan semakin menipiskan kepercayaan publik terhadap berbagai bentuk keputusan yang nantinya akan diambil. Sikap pesimis mungkin saja akan timbul, tidak hanya kepada POLRI, tetapi juga berimbas pada lembaga pemerintah lain.

Strategi Propaganda Susno
Pada hakikatnya komunikasi bertujuan untuk mempengaruhi. Dalam era modern kekuasaan tidak diperoleh melalui paksa fisik, tetapi lebih ditekankan dengan cara persaingan gagasan. Dengan begitu, komunikasi kemudian dipahami untuk mengubah sikap, opini, perilaku, bahkan mengubah masyarakat.
Apabila kasus ini dihubungkan dengan teori cultural studies yang dikemukakan Stuart Hall, Susno mencoba memainkan peranan media untuk memelihara idiologi yang berkembang sebelumnya terkait buruknya citra kepolisian di mata masyarakat. Banyak selentingan ketidakbecusan institusi kepolisian dalam menangani kasus yang dilaporkan masyarakat. Predikat buruk terhadap kinerja POLRI yang terkesan banyak ‘main uang’ sudah menjadi rahasia umum dan mengakar kuat di masyarakat. Itulah sebabnya banyak masyarakat yang enggan berurusan dengan polisi meskipun ia membutuhkan bantuan untuk menangani masalah sosialnya. Barulah ketika keadaan sudah sangat mendesak, seorang dengan terpaksa akan melaporkannya. Itupun hasilnya belum tentu memuaskan.
Sedangkan merujuk pada pemikiran John Fiske terkait perspektif komunikasi sebagai transaksi, Susno telah berusaha memberikan sinyal-sinyal yang mampu menujukkan bahwa posisinya saat itu dalam keadaan tak berdaya. Simbol air mata merupakan salah satu cara yang efektif untuk merefleksi pemikiran publik. Ditambah dengan sumpah yang dilontarkannya melalui media, Susno berusaha meyakinkan masyarakat bahwa dirinya bersungguh-sungguh. Dalam hal ini terdapat negosiasi nilai yang kemudian ditanggapi oleh media untuk menjadikan peristiwa tersebut sebagai isu yang layak diperhatikan publik.
Penangkapan Susno saat hendak berangkat ke Singapura untuk ‘berobat’ menjadi klimaks drama politik yang diperankannya. Strategi terakhir sebelum penangkapannya adalah ia melibatkan kru salah satu media untuk bersiap-siap meliput berita apabila suatu saat Susno harus menjalani penahanan. Hal ini karena telah ada kecurigaan pada diri Susno atas orang-orang tak dikenal yang beberapa hari sebelum penangkapan itu telah membuntuti dan memantau pergerakannya. Sepertinya semua berjalan dengan sempurna seperti yang diharapkan Susno.
Dengan semakin banyaknya media yang memberitakan posisi Susno, lambat laun simpati masyarakat mulai mengalir. Sebagian masyarakat mulai memandang bahwa tindakan Susno positif dan patut didukung guna menciptakan birokrasi yang lebih baik dalam tubuh POLRI. Meskipun demikian, sebagian masyarakat tetap menilai bahwa apa yang telah dilakukan Susno tersebut lebih mengarah pada upaya pengalihan kasus Century dari pada sebuah bentuk pembelaan kebenaran.

Berita Politik Susno : Sebuah Komoditas
Sebagian masyarakat kurang menyadari bahwa pesan politik yang disampaikan media massa bukanlah manifestasi dari realitas yang sesungguhnya. Konsepsi yang disuguhkan adalah realitas media, yaitu realitas tangan kedua yang dibentuk oleh wartawan dan redaktur dalam mengolah berita politik melalui penyaringan dan seleksi.
Setiap media massa mempunyai konstruksi yang berbeda dalam menyajikan sebuah berita, termasuk salah satunya kasus Susno di atas. Semua itu dibengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal ataupun faktor eksternal. Berita tersebut kemudian mencerminkan bagaimana sebuah media bersikap dalam menilai sebuah fenomena sosial yang ada. Pembingkaian (framing) berita politik juga dapat digunakan untuk mengaji bentuk keseriusan sebuah media dalam mengangkat isu yang ditawarkan.
Saat ini tak dapat dipungkiri faktor kapital telah mendominasi kultur media di Indonesia. Karena asumsi yang berkembang menyatakan bahwa dengan biaya yang mencukupi, sebuah perusahaan media mempunyai kemungkinan lebih besar untuk menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih unggul. Dengan begitu pemasukan pun akan semakin bertambah karena secara logika pengiklan akan semakin meningkat pula. Sayangnya belenggu dilematis modal terkadang cenderung menyisihkan berita-berita yang dirasa kurang menjual tanpa memperhatikan asas manfaat bagi masyarakat.
Di tengah maraknya isu tentang mafia hukum, Susno menawarkan isu yang cukup menarik untuk disimak. Suatu fenomena yang langka ketika sebuah sindikat kejahatan sengaja dibeberkan oleh oknum dalam sendiri. Terlebih dugaan praktik bejat ini terjadi dalam instansi pemerintah yang notabene mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat di suatu negara.
Banyak media berlomba-lomba meberitakan kasus Susno secara eksklusif. Persaingan untuk dapat menjerat simpatisan publik atas berita yang disuguhkan semakin terasa. Tak mengherankan apabila berita Susno kemudian terkesan didramatisir dengan memperuncing gap antara dirinya dan POLRI. Bahkan isu ini menjadi menu utama dalam setiap jam pemberitaan di beberapa media. Padahal jika dicermati lebih dalam, banyak peristiwa sosial lain yang perlu ditangani segera daripada terlalu berkutat pada masalah yang tak tentu ujungnya. Media cenderung menyajikan apa yang laku di pasaran daripada memberikan pencerahan kepada masyarakat bahwa masih banyak masalah sosial yang urgensinya mebutuhkan penangan dengan segera daripada kasus para mafia politik kelas atas.
Jika kita perhatikan, tak bayak yang berkoar-koar ketika setiap jamnya para balita mati karena kurang gizi. Tak banyak yang protes ketika semakin banyak generasi muda kita yang melakukan tindakan asusila. Belum pernah ada dunia maya heboh dengan dukungannya ketika rakyat miskin tertindas oleh praktik kapitalisme dan ketidakadilan penguasanya. Lalu, untuk siapa sebenarnya perjuangan kita?

Penutup
Tak dapat dipungkiri bahwa banyak media yang telah menjadikan kasus Susno sebagai komoditas berita. Berbagai unsur kepentingan para aktor politik atau pemegang kuasa telah mewarnai berita politik yang disajikan kepada masyarakat. Hal ini tentunya akan mempengaruhi opini publik yang timbul kemudian.
Media dengan berbagai kelebihan yang ditawarkan sepertinya cukup mampu memberikan wacana kepada masyarakat untuk kemudian bersikap lunak terhadap Susno. Dengan kostruksi media, Susno mampu memanfaatkan kesempatan untuk memperbaiki citra dirinya yang sudah terlanjur buruk di mata masyarakat. Kekuatan media pada akhirnya cukup mampu merealisasikan harapan mantan kabareskrim tersebut.
Sikap Susno terlihat lantang dan tak ambil pusing atas konflik yang kemudian timbul terkait institusinya. Strategi propaganda atas kesaksiannya memebeberkan praktik korup dan dugaan ‘jenderal’ makelar kasus dalam tubuh POLRI mendapat dukungan dari masyarakat luas. Transaksi Susno dalam menjual polahnya kepada media sepertinya tak terlalu mengecewakannya. Meskipun pada akhirnya harus menerima hukuman penahanan atas dirinya, toh kini citranya di mata masyarakat tak lagi semiring dahulu. Justru banyak kalangan yang saat ini mendukung sikap Susno tersebut.
Media sebagai salah satu pembentuk opini publik tidak selayaknya menyajikan berita yang hanya menguntungkan pihak yang berkepentinngan secara subjektif. Menyajikan berita dari dua sisi pembahasan mungkin dapat djadikan alternatif format pemberitaan. Dengan demikian publik akan mempunyai gambaran yang lebih utuh mengenai sebuah wacana sosial. Kemudian pada akhirnya, masyarakat dapat bersikap lebih kritis dan bijaksana dalam mengambil keputusan politik.
Berita-berita yang disajikan perlu dikaji lagi secara urgenitas. Jangan sampai kita terlalu terpaku pada isu yang kurang berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat dan membiarkan berbagai peristiwa sosial si penjuru tanak air yang butuh ditangani tak kunjung dijamah.
Selain uraiaan di atas, diharapkan para aktor politik dan lembaga pemerintah yang memiliki kuasa dan kewenangan menentukan kebijakan, untuk kemudian menjaga amanah yang telah diberikan. Segala bentuk kekuasaan itu tidak sepatutnya disalahgunakan untuk dijadikan alat untuk membohongi rakyat.


Daftar Pustaka

Arifin, Anwar. 2006. Pencitraan dalam Politik (Strategi Pemenagan Pemilu dalam Perspektif Komunikasi Politik). Jakarta: Pustaka Indonesia.
Dwidjowijoto, Riant Nugroho. 2004. Komunikasi Pemerintahan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik. Jakarta: Granit.
Putra, I. Gusti Ngurah. 2008. Media, Komunikasi dan Politik: Sebuah Kajian Kritis. Yogyakarta: Penerbit FISIPOL UGM.
Rakhmat, Jalaluddin. 1993. Komunikasi Politik. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
http://bataviase.co.id/node/139337
http://berita.liputan6.com/ibukota/201003/268689/Susno.Beberkan.Kebobrokan.Polri.Lewat.Buku
http://politik.kompasiana.com/2010/04/13/termehek-mehek-reality-show-ala-susno/
http://tanyasaja.detik.com/pertanyaan/70439-susno-ditangkap-
http://www.suaramedia.com/berita-nasional/20490-qada-sutradara-di-balik-teriakan-susnoq.html

Minggu, 25 April 2010

Sejarah Perkembangan Budaya Oral Hingga Tulisan di Indonesia

Berbicara tentang sejarah budaya oral hingga tulisan secara keseluruhan, tidak dapat dipisahkan dari sejarah manusia itu sendiri sebagai pihak yang menjadi aktor dalam kegiatan komunikasi tersebut. Pada dasarnya komunikasi sudah berlangsung sejak manusia itu didiciptakan di dunia. Komunikasi pun sudah terjadi sejak zaman manusia purba meskipun cara yang digunakan masih sederhana dan belum menggunakan tulisan seperti saat ini.

Awal Kehadiran Manusia di Indonesia
Menurut catatan para ilmuwan, sejarah alam semesta jauh lebih panjang jika dibandingkan dengan sejarah manusia. Manusia baru muncul di permukaan bumi bersamaan dengan terjadinya berkali-kali pengesan (glasiasi) dalam zaman yang disebut Plestosen. Masa ini beberapa kali diselingi oleh masa-masa antarglasial, yaitu waktu suhu bumi naik kembali dan menyebabkan es mencair serta gletser-gletser menarik diri kearah tempatnya semuala. Peristiwa-peristiwa alam yang terjadi kala itu mengakibatkan manusia lambat laun mengalami evolusi fisik dan akalnya.
Pada zaman es, daerah Indonesia terdiri atas dataran Sunda di sebelah barat yang bersatu dengan Asia Tenggara dan dataran Sahul di sebelah timur yang bersatu dengan Australia. Hubungan darat Indonesia dan benua Asia dapat terjadi melalui Kalimantan atau Sulawesi, Filipina, Taiwan dan Cina Selatan. Sedangkan hubungan dengan Australia dapat terjadi melalui Irian atau Nusa Tenggara. Dari sini dimungkinkan terjadi migrasi (perpindahan penduduk) manusia purba pada masa itu sebelum waktu glasiasi surut sehingga permukaan laut menjadi lebih tinggi dan menyebabkan dua dataran yang ada kembali menjadi kepulauan atau paparan.
Dataran Sunda diperkirakan lebih lama didiami manusia daripada dataran Sahul. Dataran Sahul selama ini diketahui baru dihuni oleh manusia pada tingkat Homo Sapiens yang diperkirakana hidup 40.000 tahun yang lalu. Meskipun di Sulawesi dan Nusa tenggara ada dugaan pernah hidup Pithecantropus dari peralatan batu yang ditemukan. Fosil manusia jenis Homo di Indonesia ditemukan di Wajak, Jawa Timur. Homo memiliki cirri lebih maju daripada Pithecanthropus. Pithecanthropus sendiri hidup pada Plestosen awal, tengah dan kemungkinan juga di Plestosen akhir. Temuan pertama di Indonesia yang diumumkan yaitu tengkorak Pithecanthropus erectus tahun 1890 di dekat Desa Trinil, tepi Bengawan Solo, Jawa Timur.

Kebudayaan Manusia Purba dan Komunikasi yang digunakan
• Masa Plestosen
Bukti- bukti hasil budaya pertama yang ditemukan di Indonesia berupa alat-alat batu jenis serpih bilah dan kapak-kapak perimbas serta beberapa bulan dari tulang dan tanduk. Hal ini menunjukkan corak budaya berburu dan meramu. Komunikasi yang terjadi masih sebatas pada budaya oral. Hal ini berbeda dengan perkembangan di Eropa yang pada akhir Plestosen tampak adanya peningkatan kegiatan spiritual, seni lukis dan pembuatan alat-alat dengan bentuk yang rumit.

• Pasca Plestosen
Di Indonesia beberapa alat dengan bentuk rumit mulai dibuat pada mas ini. Kehidupan di gua-gua merupakan hal yang menonjol dilakukan manusia purba Indonesia. Dari sinilah kemudian terjadi perkembangan dari yang semula hanya menggunakan komunikasi oral menuju komunikasi melalui lambang atau media tertentu. Penguburan dan lukisan-lukisan (gambar tangan, binatang, lambang-lambang) ditemukan di gua-gua sebagai corak kepercayaan di kalangan masyarakat perburuan. Pada tahap selanjutnya manusia pun semakin mengalami perkembangan pada pola hidupnya. Dengan hidup menetap, dibentuklah masyarakat yang teratur dan seluruh kegiatan dimanfaatkan untuk menemukan hal-hal baru yang bermanfaat bagi kelangsungan hidupnya.

Pengembangan Tradisi Sejarah dalam Mayarakat yang Belum Mengenal Tulisan
Cara yang digunakan masyarakat yang belum mengenal tulisan untuk mengembangkan tradisi sejarah mereka adalah dengan mewariskannya secara lisan melelui ingatan kolektif anggota masyarakatnya. Sedangkan cara lain yang digunakan adalah dalam bentuk dibuatnya sebuah karya seperti lukisan, monumen, tugu dan perlatan hidup. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari pengembangan tradisi sejarah untuk diwariskan kepada generasi berikutnya yang melihat karya itu
Dalam masa komunikasi oral, media yang digunakan untuk mencapai sebuah tujuan ritual misalnya seni pertunjukan, berupa tari, musik lakon, sastra, mantra dan sesajian. Sebagi pendukung digunakan pula berbagai peralatan seperti nekara, kapak sepatu dan patung-patung. Dalam peralatan yang digunakan pun terdapat gambar-gambar yang disesuaikan dengan tujuan pemakainnya. Misalnya untuk acara keagamaan, gambar pada nekaranya bersifat sakral dan berbeda dengan dengan gambar untuk peralatan sehari-hari.
Bahasa yang dituturkan penduduk nusantara sendiri sangatlah beragam. Kelisanan merupakan ruang bertutur dari anggota masyarakat yang merawat hidup bermakna sebelum keberaksaan dituliskan dalam simbol alfabetisasi. Sejarah lisan dimaksudkan memberi kebenaran sejarah seperti yang dituturkan oleh para pelakunya atau oleh pihak-pihak yang (merasa) mempunyai pengalaman sejarah yang bersangkutan sebagai pelaku atau saksi mata sebuah peristiwa.

Jejak Sejarah dalam Foklore
Folklore di artikan sebagai sekelompok orang atau komunitas yang memiliki cirri-ciri pengenal fisik (bahasa, rambut, warna kulit), sosial dan budaya sehingga dapat dibedakan dari kelompok masyarakat lainnya. Cirri-ciri folklore antara lain: penyebaran dan pewarisannya lebih banyak secara lisan, bersifat tradisional, bersifat anonym (pembuatannya tidak diketahui), kolektif (menjadi milik bersama dari sebuah kelompok masyarakat ), mempunyai pesan moral bagi generasi berikutnya.
Menurut Harold Brunvan (USA), folklore terbagi kedalam tiga tipe, yaitu:
1. folklore lisan (fakta mental), diantaranya mencakup: logat bahyasa (dialek) dan bahasa tabu , ungkapan tradisional dalam bentuk pribahasa dan sindiran , puisi rakyat yang meliputi mitos legenda , dongeng .
2. folklore sebagai lisan (fakta social), diantaranya dalam bentuk kepercayaan dan takhayul , permainan rakyat , tarian rakyat, teater rakyat, dan upacara tradisional.
3. folklore bukan lisan (artefak), diantaranya dalam bentuk: arsitektur bangunan rumah adat (tradisional), seni kerajinan tradisional , pakaian tradisional , obat-obatan tradisional, alat musik tradisional, senjata tradisional, makanan tradisional.

Asal Usul Bahasa Indonesia
Sejarah bahasa melayu mulai dikenal pada tahun 680 M. Bahasa Melayu yang menjadi dasar bahasa Indonesia dikenal sebagai bahasaMelayu-Johor. Nama Melayu pertama kali dikenal sebagai nama kerajaan di Indonesia. Pada pertengahan abad ke-7, Melayu dinaungi oleh Sriwijaya, yang ibu kotanya diduga berada di Palembang. Dari surat-surat peninggalan diketahui bahasa Kerajaan Sriwijaya adalah bahasa Melayu Tua dan disebarkan ke seluruh daerah jajahannya (Hastuti, 1986: 1-2)
Pemakaian bahasa Melayu sebagai bahasa resmi mula-mula dilakukan oleh Kompeni, kemudian oleh Gubernur Hindi Belanda. Bahasa ini digunakan baik dalam surat-menyurat maupun dalam komunikasi dengan kepala-kepala rakyat di seluruh nusantara. Setelah itu, bahasa Melayu pun mulai semakin berkembang di seluruh nusantara.
Cita-cita kesatuan nasional mulai berkumandang pada bulan Mei 1918, dengan berdirinya Dewan Rakyat. Lembaga ini mempunyai tujuan untuk membentuk bahasa nasional. Pengakuan dan pengangkatan bahasa Melayu diikuti dengan terbitnya surat-surat kabar yang dipimpin oleh para wartawan Indonesia.
Tanggal 28 Oktober 1928 konggres pemuda di Jakarta telah mencetuskan Sumpah Pemuda yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar bagi seluruh masyarakat nusantara.

Penggunaan Aksara di Indonesia
Penelitian menunjukkan bahwa sebuah naskah kuno yang dapat menghubungkan antara tradisi lisan dengan tradisi tulisan di Indonesia adalah tentang asal-usul abjad Jawa yang lebih dikenal dengan Legenda Aji Saka. Beberapa ahli memiliki kesimpulan yang hampir sama, bahwa legenda Aji Saka
ini memiliki hubungan dengan penggunaan kalender Saka yang digunakan di Jawa sebelum kalender Islam. Kalender Jawa diperkenalkan oleh Sultan Agung pada tahun 1633 M.
Prasasti tertua yang ditemukan di Nusantara berasal dari abad ke -5 masehi dari kerajaan Kutai dan Tarumanegara. Namun, keduanya masih menggunakan bahasa sansakerta dan huruf Pallawa. Dari sinilah kemudian zaman prasejarah di Indoneseia barakhir. Cacatan penggunaan dan perkembangan aksara di Indonesia menunjukkan bahwa pemakaian aksara Pallawa telah dimulai sejak abad VII hingga akhir abad VIII. Setelah itu di Indonesia dipakai huruf Jawa sampai abad XV, yaitu sampai zaman klasik Hindu-Budha.
Aksara di Nusantara dapat diklasifikasikan menjadi tiga periode, yaitu: periode klasik, periode Islam, dan periode kolonial. Periode klasik Hindu-Buddha yang dijumpai di Nusantara adalah aksara Pallawa, pasca Pallawa dan aksara Kawi. Periode Islam memakai aksara Arab, aksara Arab Melayu, aksara Pegon dan aksara Serang. Sedangkan pada periode kolonial memakai aksara Gotik, aksara Latin dan dalam perkembangannya menjadi aksara nasional di Indonesia.
Para peneliti sebelumnya, baik ahli epigrafi maupun arkeologi telah mencermati bahwa perubahan aksara dari waktu ke waktu beradaptasi sesuai dengan kebutuhannya. Dalam pengertian bahwa keberadaan aksara itu akan menyerap warna budaya lokal di mana aksara itu digunakan oleh pendukung kebudayaan aksara itu sendiri. Perubahan aksara tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Aksara Pallawa awal, dipakai sebelum abad VII M, misalnya prasasti Tugu Bogor.
b. Aksara Pallawa tahap akhir, dipakai pada abad VII sampai pertengahan abad VIII M, misalnya prasasti di Canggal, Kedu dan Magelang.
c. Aksara Kawi atau Jawa Kuna tahap awal dipakai pada tahun 750 M -725 M, misalnya prasasti Balengan di Kalasan Yogyakarta.
d. Aksara.Kawi atau Jawa Kuna tahap akhir dipakai tahun 925 M-1250 M, misalnya prasasti Airlangga.
e. Aksara Majapahait dan aksara daerah/lokal dipakai pada tahun 1250 - 1450 M, misalnya prasasti Singasari dan lontar Kunjarakarna.
f. Aksara Jawa Baru, dipakai pada tahun 1500 sampai sekarang, misalnya pada kitab Sulah Bonang dan kitab yang lebih muda Selain itu, hal penting perlu dikemukakan di sini adalah aksara Pallawa menggunakan bahasa Sansekerta, seperti yang digunakan dalam pasasti Canggal (Sleman), Jawa Tengah (732 M). Perkembangan aksara Kawi dalam budaya Jawa sangatt erat kaitannya dengan kerajaan Hindu-Budha di Jawa Tengah dan Jawa Timur, terutama abad VII dan VIII M. Periode Singasari dan Majapahit bahasa Jawa Kuna dapat dilihat dalam teks-teks kakawin, seperti kakawin Pujastawa.

Kondisi budaya oral dan tulisan Indonesia Saat ini
• Bahasa
Pada dasarnya bahasa daerah sampai saat ini masih digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam kalangan yang informal. Meskipun pada awal abad ke-20 dengan penuh kesadaran bahasa Melayu kemudian dijadikan sebagai bahasa persatuan atau bahasa nasional. Dalam perkembangan selanjutnya bahasa Indonesia menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi para penutur dan pemiliknya (Hastuti,1986:1).
Namun, di beberapa wilayah di Indonesia sampai saat ini pun masih banyak yang menjunjung tinggi budaya oral dan budaya tulisan belum menjamah kemurnian komunitas mereka. Aturan-aturan yang dipakai dalam komunitas berdasarkan pada adat kebiasaan, kosmologi dan tak tertulis.
Dalam era globalisasi seperti saat ini minat untuk mempelajari dan menguasai bahasa asing dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Sebaliknya peminat bahasa Indonesia sendiri tergolong sangat sedikit.

• Tulisan
Selain huruf alphabet digunakan oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia, saat ini banyak dipelajari pula huruf-hurf asing seperti huruf Jepang, Cina, atau Korea.Antusiasme mempelajari huruf asing tersebut lebih banyak terjadi pada kalangan akademisi dan remaja. Sedangkan kajian untuk huruf-huruf nusantara yang mengandung makna kompleks di dalamnya itu kini semakin surut peminatnya.
Budaya menulis saat ini sedang digalakkan kepada para pelajar dan kalangan sivitas akademika di Indonesia. Budaya menulis dianggap sebagai salah cara untuk dapat membagikan buah pikir seseorang bagi masyarakat luas. Dari sinilah kemudian diharapkan sistem pendidikan dan sektor penunjang kehidupan lainnya dapat lebih dikembangkan. Aturan dalam menulis pun ditetapkan untuk mengatur bagaimana cara menulis yang baik tanpa melanggar etika (dunia jurnalistik).

Daftar Pustaka

Bellwood, Peter. 2000. Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka umum.
Hastuti, Sri. 1986. Ringkasan sejarah Sastra Indonesia Modern. Klaten: PT Intan Pariwara.
Irawan, Ade didik. 2008. Tradisi sejarah dalam Masyarakat Indonesia. Terarsip dalam http://www.scribd.com/doc/4991797/KEHIDUPAN-AWAL-MASYARAKAT-DI-KEPUALAUAN-INDONESIA
Rosda, Tim Penulis. 1996. Prasejarah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suastika, I Made. 2008. Bahasa dan Aksara sebagi Identitas Budaya. makalah yang disampaikan pada Kongres Kebudayaan Indonesia 2008, 10-12 Desember di Bogor.
Sumardjo, Jakob. 2002. Arkeologi Budaya Indonesia: Pelacakan Hermeneutika-Historis Terhadap Artefak-artefak Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Qalam.
http://www.sejarahsosial.org/2008/09/20/sejarah-lisan-di-indonesia-dan-kajian-subyektivitas/
http://www.wacananusantara/2/542/Tradisi%20Lisan,%20Tulisan%20id%20Lidah%20yang%20Kian%20Tak%20Didengar?mycustomessionname=6517c58c399e230f5560bb828fcfb3e9//