Kamis, 03 Juni 2010

Kasus Susno: Antara Perbaikan Citra dan Komoditas Berita

Pengantar
Media massa diyakini mempunyai kekutan yang ampuh untuk mempengaruhi pemahaman seseorang terhadap suatu fenomena sosial. Termasuk di dalamnya adalah isu-isu politik yang dikemas dalam bentuk sebuah berita. Berita politik tersebut kemudian diharapkan dapat membentuk opini publik yang mampu bersikap kritis atas wacana sosial yang disajikan.
Dengan semakin meningkatnya jumlah presentase kepemilikan media oleh masyarakat Indonesia, kini sebuah informasi atau berita dapat menjangkau kalangan yang lebih luas. Tingkat pendidikan yang lebih baik turut mendorong masyarakat untuk memahami kondisi yang terjadi dalam negaranya. Dalam hal ini opinion leader juga memberikan kontribusi besar dalam meneruskan informasi dan membina masyarakat agar tidak bersikap apatis.
Bercermin dari besarnya manfaat yang ditawarkan media dan meluasnya tingkat aksesibilitas masyarakat, banyak pihak yang kemudian memanfaatkan kekuatan media untuk kepentingan individu atau kelompok. Para aktor politisi dan para pemegang kekuasaan di negeri ini pun tak ketinggalan memanfaatkan media untuk menjaga citra mereka di mata masyarakat. Persaingan media yang semakin ketat dan kebutuhan finansial yang tidak sedikit demi kelangsungan perusahaan memberikan pertimbangan tersendiri bagi sebuah rumah produksi untuk menetukan kebijakan yang akan diambil. Tak heran apabila selanjutnya berita dijadikan bahan komoditas daripada berfungsi sebagai anjing pengawas (watchdog) yang melakukan pemantauan terhadap pemegang kekuasaan.
Salah satu isu poilitik yang menghiasi pemberitaan di media akhir- akhir ini adalah kasus Susno Duadji dan POLRI. Nama Susno mulai menjadi buah bibir sejak sepak terjangnya sebagai tokoh sentral dalam kontroversi ‘Cicak vs Buaya’ dikecam sebagian besar masyarakat. Pernyataan Susno dinilai telah merendahkan KPK. Di sisi lain POLRI dianggap mempunyai tambahan dosa atas pernyataan oknum polisi tersebut, disamping dosa atas sikap penahanan Bibit S. R. dan Chandra M. H. yang disinyalir hanyalah rekayasa kepolisian. Tuntutan untuk menindak Susno pun menggema seiring dengan derasnya dukungan pembebasan kedua ketua nonaktif KPK saat itu.



Setelah mendapat cap buruk dari berbagai pemberitaan yang ada dan kemudian diberhentikan dari tugas kepolisiannya sejak November 2009, Susno Duadji terkesan semakin lantang bertestimoni bahwa dirinya adalah korban dari politik kepentingan yang dilakukan instansinya. Melalui beragam media, Susno berusaha mengklarifikasi masalah menurut subjektifnya.
Tulisan singkat ini akan berusaha mengaitkan sikap Susno yang membelot dari institusinya dengan peranan media dalam memperbaiki citranya di mata masyarakat. Selain itu, penulis berusaha menghubungkan kasus ini dengan teori-teori komunikasi yang relevan. Di sisi lain tulisan ini akan membahas strategi propaganda yang dipakai Susno dan praktek komoditas berita yang dilakukan media untuk memasarkan programnya.

Media Menjembatani Perbaikan Citra Susno
Berbicara tentang citra, kata ini dalam bahasa Jawa berarti gambar. Citra kemudian dikembangkan menjadi gambaran sebagai padanan pendekatan image dalam bahasa Inggris. Secara umum citra politik dapat diartikan sebagai gambaran seseorang tentang politik, baik dalam kekuasaan, kewenangan, konflik atau konsensus (Arifin, 2006:2).
Citra yang melekat pada diri seseorang, baik sesuai atau tidak dengan kondisi individu, secara tidak langsung akan menimbulkan persepsi yang sejalan dengan citra yang sudah ada sebelumnya. Perubahan atau perbaikan pandangan seseorang akan dimulai ketika ia mendapatkan informasi yang berbeda dengan wacana masa lampau. Melalui kata-kata politik, seseorang dapat menciptakan citra tentang objek dan kondisi di dalam dunia konflik dan kerjasama sosial.
Masih segar dalam ingatan kita bagaimana Susno Duadji, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (kabareskrim) Kepolisian RI yang sempat terlibat kasus korupsi itu memanfaatkan media untuk mendongkrak opini publik. Susno berusaha menyetir penilaian negatif atas dirinya dengan menjaring simpati masyarakat. Drama reinkarnasi citra diri pun dimulai ketika Susno berusaha menjadi oase di tengah kegersangan kondisi praktik penegakan hukum di negeri ini.
Dalam keterangan yang diberikan Susno kepada Swaramedia, ia meminta dukungan dari masyarakat dalam gerakan memberantas ketidakadilan, manipulasi kebenaran, rekayasa kasus, hingga korupsi. Karena menurutnya, rakyat sudah jenuh dengan praktik penegakan hukum yang sewenang-wenang.
Susno memanfaatkan dengan baik ekspose media atas kehadirannya dalam peristiwa Antasari dan Century. Dalam berbagai kesempatan, Susno membeberkan borok-borok yang selama ini ia anggap telah menodai tubuh POLRI. Dengan gencar ia mengungkap berbagai dugaan tindak korupsi dan jenderal makelar kasus dalam jajaran kepolisian. Polah Susno melawan arus institusi yang telah membesarkan namanya itu mampu memikat perhatian publik.
Perbaikan citra Susno tidak dapat dilepaskan dari konstruksi media dalam memproduksi sebuah berita. Terkait dengan teori agenda setting yang dikemukakan oleh Maxwell Mc Combs dan Donald Shaw, media berfungsi sebagai sebagai sarana yang mengagendakan hal-hal yang perlu menjadi perhatian dari masyarakat. Media dalam hal ini secara tersirat menjabarkan apa dan bagaimana publik harus berfikir mengenai kasus Susno.
Tentunya di sisi yang berbeda, kasus ini turut memberikan pengaruh dalam memandang citra kepolisian di mata masyarakat. Konflik internal dalam tubuh POLRI justru akan semakin menipiskan kepercayaan publik terhadap berbagai bentuk keputusan yang nantinya akan diambil. Sikap pesimis mungkin saja akan timbul, tidak hanya kepada POLRI, tetapi juga berimbas pada lembaga pemerintah lain.

Strategi Propaganda Susno
Pada hakikatnya komunikasi bertujuan untuk mempengaruhi. Dalam era modern kekuasaan tidak diperoleh melalui paksa fisik, tetapi lebih ditekankan dengan cara persaingan gagasan. Dengan begitu, komunikasi kemudian dipahami untuk mengubah sikap, opini, perilaku, bahkan mengubah masyarakat.
Apabila kasus ini dihubungkan dengan teori cultural studies yang dikemukakan Stuart Hall, Susno mencoba memainkan peranan media untuk memelihara idiologi yang berkembang sebelumnya terkait buruknya citra kepolisian di mata masyarakat. Banyak selentingan ketidakbecusan institusi kepolisian dalam menangani kasus yang dilaporkan masyarakat. Predikat buruk terhadap kinerja POLRI yang terkesan banyak ‘main uang’ sudah menjadi rahasia umum dan mengakar kuat di masyarakat. Itulah sebabnya banyak masyarakat yang enggan berurusan dengan polisi meskipun ia membutuhkan bantuan untuk menangani masalah sosialnya. Barulah ketika keadaan sudah sangat mendesak, seorang dengan terpaksa akan melaporkannya. Itupun hasilnya belum tentu memuaskan.
Sedangkan merujuk pada pemikiran John Fiske terkait perspektif komunikasi sebagai transaksi, Susno telah berusaha memberikan sinyal-sinyal yang mampu menujukkan bahwa posisinya saat itu dalam keadaan tak berdaya. Simbol air mata merupakan salah satu cara yang efektif untuk merefleksi pemikiran publik. Ditambah dengan sumpah yang dilontarkannya melalui media, Susno berusaha meyakinkan masyarakat bahwa dirinya bersungguh-sungguh. Dalam hal ini terdapat negosiasi nilai yang kemudian ditanggapi oleh media untuk menjadikan peristiwa tersebut sebagai isu yang layak diperhatikan publik.
Penangkapan Susno saat hendak berangkat ke Singapura untuk ‘berobat’ menjadi klimaks drama politik yang diperankannya. Strategi terakhir sebelum penangkapannya adalah ia melibatkan kru salah satu media untuk bersiap-siap meliput berita apabila suatu saat Susno harus menjalani penahanan. Hal ini karena telah ada kecurigaan pada diri Susno atas orang-orang tak dikenal yang beberapa hari sebelum penangkapan itu telah membuntuti dan memantau pergerakannya. Sepertinya semua berjalan dengan sempurna seperti yang diharapkan Susno.
Dengan semakin banyaknya media yang memberitakan posisi Susno, lambat laun simpati masyarakat mulai mengalir. Sebagian masyarakat mulai memandang bahwa tindakan Susno positif dan patut didukung guna menciptakan birokrasi yang lebih baik dalam tubuh POLRI. Meskipun demikian, sebagian masyarakat tetap menilai bahwa apa yang telah dilakukan Susno tersebut lebih mengarah pada upaya pengalihan kasus Century dari pada sebuah bentuk pembelaan kebenaran.

Berita Politik Susno : Sebuah Komoditas
Sebagian masyarakat kurang menyadari bahwa pesan politik yang disampaikan media massa bukanlah manifestasi dari realitas yang sesungguhnya. Konsepsi yang disuguhkan adalah realitas media, yaitu realitas tangan kedua yang dibentuk oleh wartawan dan redaktur dalam mengolah berita politik melalui penyaringan dan seleksi.
Setiap media massa mempunyai konstruksi yang berbeda dalam menyajikan sebuah berita, termasuk salah satunya kasus Susno di atas. Semua itu dibengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal ataupun faktor eksternal. Berita tersebut kemudian mencerminkan bagaimana sebuah media bersikap dalam menilai sebuah fenomena sosial yang ada. Pembingkaian (framing) berita politik juga dapat digunakan untuk mengaji bentuk keseriusan sebuah media dalam mengangkat isu yang ditawarkan.
Saat ini tak dapat dipungkiri faktor kapital telah mendominasi kultur media di Indonesia. Karena asumsi yang berkembang menyatakan bahwa dengan biaya yang mencukupi, sebuah perusahaan media mempunyai kemungkinan lebih besar untuk menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih unggul. Dengan begitu pemasukan pun akan semakin bertambah karena secara logika pengiklan akan semakin meningkat pula. Sayangnya belenggu dilematis modal terkadang cenderung menyisihkan berita-berita yang dirasa kurang menjual tanpa memperhatikan asas manfaat bagi masyarakat.
Di tengah maraknya isu tentang mafia hukum, Susno menawarkan isu yang cukup menarik untuk disimak. Suatu fenomena yang langka ketika sebuah sindikat kejahatan sengaja dibeberkan oleh oknum dalam sendiri. Terlebih dugaan praktik bejat ini terjadi dalam instansi pemerintah yang notabene mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat di suatu negara.
Banyak media berlomba-lomba meberitakan kasus Susno secara eksklusif. Persaingan untuk dapat menjerat simpatisan publik atas berita yang disuguhkan semakin terasa. Tak mengherankan apabila berita Susno kemudian terkesan didramatisir dengan memperuncing gap antara dirinya dan POLRI. Bahkan isu ini menjadi menu utama dalam setiap jam pemberitaan di beberapa media. Padahal jika dicermati lebih dalam, banyak peristiwa sosial lain yang perlu ditangani segera daripada terlalu berkutat pada masalah yang tak tentu ujungnya. Media cenderung menyajikan apa yang laku di pasaran daripada memberikan pencerahan kepada masyarakat bahwa masih banyak masalah sosial yang urgensinya mebutuhkan penangan dengan segera daripada kasus para mafia politik kelas atas.
Jika kita perhatikan, tak bayak yang berkoar-koar ketika setiap jamnya para balita mati karena kurang gizi. Tak banyak yang protes ketika semakin banyak generasi muda kita yang melakukan tindakan asusila. Belum pernah ada dunia maya heboh dengan dukungannya ketika rakyat miskin tertindas oleh praktik kapitalisme dan ketidakadilan penguasanya. Lalu, untuk siapa sebenarnya perjuangan kita?

Penutup
Tak dapat dipungkiri bahwa banyak media yang telah menjadikan kasus Susno sebagai komoditas berita. Berbagai unsur kepentingan para aktor politik atau pemegang kuasa telah mewarnai berita politik yang disajikan kepada masyarakat. Hal ini tentunya akan mempengaruhi opini publik yang timbul kemudian.
Media dengan berbagai kelebihan yang ditawarkan sepertinya cukup mampu memberikan wacana kepada masyarakat untuk kemudian bersikap lunak terhadap Susno. Dengan kostruksi media, Susno mampu memanfaatkan kesempatan untuk memperbaiki citra dirinya yang sudah terlanjur buruk di mata masyarakat. Kekuatan media pada akhirnya cukup mampu merealisasikan harapan mantan kabareskrim tersebut.
Sikap Susno terlihat lantang dan tak ambil pusing atas konflik yang kemudian timbul terkait institusinya. Strategi propaganda atas kesaksiannya memebeberkan praktik korup dan dugaan ‘jenderal’ makelar kasus dalam tubuh POLRI mendapat dukungan dari masyarakat luas. Transaksi Susno dalam menjual polahnya kepada media sepertinya tak terlalu mengecewakannya. Meskipun pada akhirnya harus menerima hukuman penahanan atas dirinya, toh kini citranya di mata masyarakat tak lagi semiring dahulu. Justru banyak kalangan yang saat ini mendukung sikap Susno tersebut.
Media sebagai salah satu pembentuk opini publik tidak selayaknya menyajikan berita yang hanya menguntungkan pihak yang berkepentinngan secara subjektif. Menyajikan berita dari dua sisi pembahasan mungkin dapat djadikan alternatif format pemberitaan. Dengan demikian publik akan mempunyai gambaran yang lebih utuh mengenai sebuah wacana sosial. Kemudian pada akhirnya, masyarakat dapat bersikap lebih kritis dan bijaksana dalam mengambil keputusan politik.
Berita-berita yang disajikan perlu dikaji lagi secara urgenitas. Jangan sampai kita terlalu terpaku pada isu yang kurang berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat dan membiarkan berbagai peristiwa sosial si penjuru tanak air yang butuh ditangani tak kunjung dijamah.
Selain uraiaan di atas, diharapkan para aktor politik dan lembaga pemerintah yang memiliki kuasa dan kewenangan menentukan kebijakan, untuk kemudian menjaga amanah yang telah diberikan. Segala bentuk kekuasaan itu tidak sepatutnya disalahgunakan untuk dijadikan alat untuk membohongi rakyat.


Daftar Pustaka

Arifin, Anwar. 2006. Pencitraan dalam Politik (Strategi Pemenagan Pemilu dalam Perspektif Komunikasi Politik). Jakarta: Pustaka Indonesia.
Dwidjowijoto, Riant Nugroho. 2004. Komunikasi Pemerintahan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik. Jakarta: Granit.
Putra, I. Gusti Ngurah. 2008. Media, Komunikasi dan Politik: Sebuah Kajian Kritis. Yogyakarta: Penerbit FISIPOL UGM.
Rakhmat, Jalaluddin. 1993. Komunikasi Politik. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
http://bataviase.co.id/node/139337
http://berita.liputan6.com/ibukota/201003/268689/Susno.Beberkan.Kebobrokan.Polri.Lewat.Buku
http://politik.kompasiana.com/2010/04/13/termehek-mehek-reality-show-ala-susno/
http://tanyasaja.detik.com/pertanyaan/70439-susno-ditangkap-
http://www.suaramedia.com/berita-nasional/20490-qada-sutradara-di-balik-teriakan-susnoq.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar