Senin, 07 November 2011

Bersiaplah untuk Pulang

Kini bukan saatnya untuk berkehendak sesuka hati. Tatkala usia terus merangkak mendekati ajal, namun diri ini tetap saja belum berubah; masih sering tergoda bermain dengan kesenangan-kesenangan sesaat, lupa akan visi yang jauh lebih besar dan abadi.

Jikalau hidup layaknya sebuah lautan luas tempat kita berlayar, maka terumbu karang yang indah di bawah sana, ikan-ikan yang berenang dengan bebasnya, dan ombak yang saling berkejaran, hanyalah sebuah pemandangan indah teman perjalanan. Seindah apapun suasana perjalanan mencari penghidupan, bukankah perjalanan pulang selalu lebih indah? Bukankah selalu ada rindu yang membuncah tatkala kita telah lama hidup di perantauan, lalu dineri kesempatan untuk pulang ke rumah?

Ya. Ada saatnya ketika kita harus meninggalkan lautan, meninggalkan berbagai kenikmatan yang kita dapati di perjalanan. Ada saatnya untuk merapatkan kapal ke dermaga, lalu bersiap menyambut rumah yang kita rindukan. Kemudian, selayaknya orang yang telah pergi lama meninggalkan rumahnya, tempat ia diajarkan nilai-nilai kearifan hidup, lalu diberi kesempatan untuk kembali ke asalnya, bukankah kita seharusnya mensyukuri kesempatan untuk pulang?

Namun, entahlah. Mengapa diri ini terkadang takut untuk pulang? Apakah ini semua karena dosa-dosa yang kulakukan selama di perantauan? Oh tidak! Apa yang telah kulakukan selama ini, hingga aku sering terlupa untuk menyiapkan bekal menuju rumah yang harusnya kunantikan.

Masih banyakkah kesempatan yang aku miliki untuk mempersiapkan semua ini? Aku takut tak bisa membawa bekal yang cukup untuk menyambut perjalanan pulang. Sebuah perjalanan yang sering terlupakan untuk selalu dipersiapkan dengan perencanaan yang matang. Sebuah perjalanan di mana kita selayaknya mempersiapkan hadiah-hadiah terindah untuk orang-orang yang kita cintai, sebuah kebanggaan yang harus mereka saksikan tatkala melihat kita pulang dari perantauan.

Sudahkah itu kulakukan?

Senin, 19 September 2011

Media Cetak di Ambang Batas?

Prospek industri percetakan selalu menjadi topik yang tak pernah basi untuk dibicarakan. Mempertanyakan tentang nasib media cetak di tengah maraknya penggunaan internet di berbagai belahan dunia di satu sisi menimbulkan sejumlah kekhawatiran bagi industri media cetak itu sendiri. Kondisi ini diperparah dengan naiknya harga kertas yang mengakibatkan kalkulasi profit sejumlah perusahan media cetak semakin berkurang. Lantas, apakah ini sebuah pertanda industri percetakan akan hilang dari peredaran?

Era digitalisasi memang tengah menjadi tren bermedia yang banyak digandrungi hingga saat ini. Sebagian pembaca media cetak disinyalir telah berpindah kepada media online dengan pertimbangan akses informasi yang jauh lebih cepat. Para pembaca yang mempunyai akses internet juga mempertimbangkan bahwa informasi yang disediakan dalam bentuk digital dapat diakses secara efisien, tanpa harus mengunjugi kios-kios distributor media cetak yang tesedia. Alasan cinta lingkungan juga menjadi bahan pertimbangan tersendiri bagi sejumlah pembaca yang beralih kepada media digital. Selain tampilan melalui media digital yang dapat didesain lebih variatif, bentuk format digital dinilai lebih mudah untuk disimpan dan tidak memakan banyak ruang.

Di balik sejumlah keuntungan yang ditawarkan oleh media digital serta fasilitas internet yang semakin berkembang tersebut, saya melihat industri percetakan masih mempunyai peluang untuk tetap bertahan. Memang tak dapat dipungkiri, hadirnya teknologi baru seperti internet telah memberikan dampak pada industri media cetak, seperti pengurangan jumlah produksi ataupun diperlukannya rekapitulasi yang lebi jeli terkait anggaran yang dibutuhkan. Namun, bagaimanapun transformasi bentuk media tidak langsung serta-merta akan menghilangkan para konsumen media cetak. Terlebih ketika kita melihat dalam konteks masyarakat Indonesia, kelompok yang dapat mengakses internet dan mampu “membeli” teknologi yang disyaratkan untuk menikmati suguhan media cetak dalam bentuk yang lebih modern, saya kira tidak lebih dari 40% dari total populasi masyarakat kita.

Dalam sebuah dokumentasi, tentu karya cetak lebih dianggap memenuhi syarat karena dapat dilihat fisiknya secara langsung tanpa harus menggunakan media perantara dan bersifat lebih portabel sehingga dapat dinikmati di tempat manapun. Terkait dengan isu cinta lingkungan yang menjadi salah satu alasan digunakannya media digital, saya kira hal ini dapat sedikit disiasati dengan pemanfaatan kertas daur ulang, meskipun di satu sisi kualitas kertas yang dihasilkan memang kurang maksimal.

Teknologi baru seperti media elektronik tentunya juga tidak terlepas dari efek samping seperti radiasi ataupun gangguan penglihatan. Sejumlah pihak juga merasa bahwa membaca di depan layar elektronik terlalu lama jauh tidak nyaman ketika dibandingkan dengan membaca langsung pada teks sebuah kertas bacaan. Tidak semua orang mau disibukkan dengan mencari-cari bahan bacaan di internet misalnya, atau harus menjinjing laptop ke manapun mereka pergi hanya untuk mengakses informasi yang sudah tersedia dalam bentuk cetakannya. Saya percaya, hingga suatu hari nanti, industri media cetak akan tetap menjadi sebuah solusi bagi sejumlah pihak yang haus akan informasi.

Minggu, 17 Juli 2011

Perintis Perubahan

Berjuang menjadi seorang perintis memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Terlebih ketika orang-orang di sekitar kita belum memahami akan pentingnya sebuah perubahan. Sikap apatis yang mereka tunjukkan ketika upaya perubahan itu diwacanakan, terkadang ingin membuat hati ini menangis. Bukan karena kecewa karena pendapat tak dihargai, bukan. Tapi menangis karena prihatin dengan minimnya kepahaman yang mereka miliki. Pemikiran praktis yang dengan mudah terlontar dari omongan "manis" mereka tak diiringi dengan langkah konkrit yang mampu menjawab sebuah permasalahan yang ada.

Astaghfirullah.. aku sering lalai bahwa jalan menuju perubahan memang tak mudah. Namun itu bukan berarti bahwa perubahan tak bisa direalisasikan. Aku masih yakin, akan ada orang-orang yang peduli pada usaha perbaikan ini. Meski sentilan dan cibiran mewarnai perjuangan ini, tapi akan kutunjukkan pada mereka, bahwa suatu hari nanti rasa syukurlah yang akan kugenggam. Bersyukur karena kemajuan telah di tangan. Bersyukur karena perubahan telah dilakukan. Perubahan menuju kehidupan yang lebih berkembang. Menuju kesejahteraan masyarakat yang lebih luas.

Sampaiakan salam perjuanganku pada mereka Ya Allah, kepada para pemuda penggerak motor perubahan. Sampaikan salamku pada mereka yang tak kenal putus asa dalam berjuang. Yang tak kan goyah walau rintangan selaksa air bah. Yang terus bertahan dan berjuang, walau begitu banyak pengorbanan yang harus direlakan.

Sukses selalu kawan. Jangan pernah letih untuk senantiasa mengupayakan perbaikan. Karena hari ini, harus lebih baik dari kemarin. Kemudian esok, harus lebih baik daripada hari ini.

Selasa, 14 Juni 2011

Ujian

Ujian yang sesungguhnya bukanlah soal cerita tentang sebuah nilai memuaskan yang tertulis dalam selembar ijazah. Bukan pula tentang berapa banyak jawaban benar yang kau tuliskan dalam lembar jawab Ujian Akhir Semester. Juga bukan tentang seberapa aktif dan cerdasnya dirimu saat kuliah berlangsung.

Ujian yang sesungguhnya adalah sebuah cerita tentang bagaimana kau dapat menghasilkan keberkahan atas semua pelajaran yang kau dapat. Semuanya, hanya tentang sebuah cerita yang bertutur tentang makna totalitas. Tentang rasa ikhlas setelah ikhtiar.

Selasa, 17 Mei 2011

Sukses Individu: Titik Awal Kesuksesan Bangsa

The worth of a state, in the long run is the worth of the individuals composing it
(John Stuart Mill)


Mengapa Amerika menjadi negara yang disegani dunia? Hal ini tak lain karena orang-orang Amerika mampu bersaing secara profesional. Mereka adalah para pekerja keras yang tak kenal lelah. Pemerintah Amerika pun sangat menghargai potensi dari setiap warga negaranya dan konsisten mengembangkan sumber daya manusia melalui sistem pendidikan yang terarah dan disesuaikan minat bakat peserta didiknya.

Negara Jepang yang terkenal dengan kereta api tercepat di dunianya, Shinkansen mempunyai masyarakat yang sangat menjunjung tinggi nilai kedisiplinan. Negara matahari terbit ini, bahkan menempatkan ilmu dalam posisi penting sejak Zaman Meiji (1860-1880-an). Orang-orang Jepang juga terkenal dengan pribadi yang penuh inovasi, tak puas dengan karya orang lain dan saling berlomba untuk menghasilkan produk terbaik mereka. Tak mengherankan bila negara ini dapat bangkit dari keporakporandaan akibat bom atom pada Perang Dunia II dengan waktu yang relatif singkat.

Bagaimana dengan Israel? Negara yang sering dikutuk umat Islam ini ternyata mempunyai sumber daya manusia yang tak kalah hebatnya. Jumlah doktor di negara yahudi ini mencapai 10 ribu orang, dari total jumlah penduduknya yang hanya 7 juta jiwa. Angka ini sangat jauh dibandingkan dengan akumulasi doktor di Indonesia yang hanya berkisar 0,01 persen dari populasi penduduk di Tanah Air. Dengan kekuatan sumber daya manusia yang tangguh pula, Israel mempunyai bargaining position di mata dunia.

Kini, mari kita tengok negara yang menghasilkan gas alam cair (LNG) terbesar di dunia (20% dari suplai seluruh dunia), negara dengan wilayah kepulauan terbesar (17.504 pulau), negara dengan terumbu karang (Coral Reef) terkaya (18% dari total dunia), serta negara dengan hutan bakau terluas di dunia: Indonesia. Seperti apakah kualitas orang-orang yang tinggal di negeri maritim terbesar ini? Ternyata, sebagian besar penduduknya tak mempunyai rencana hidup yang jelas. Hal yang lebih menyedihkan, permasalahan ini banyak dialami oleh para generasi muda Indonesia, yang notabene adalah para pewaris peradaban bangsa. Semangat berprestasi mereka sangat rendah, bahkan keinginan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi pun bisa dibilang sangat minim.

Padahal, ke depannya, negeri ini membutuh para pemimpin yang cerdas memikirkan bagaimana strategi kemenangan bangsa. Negeri ini membutuhkan pribadi-pribadi yang tangguh dan siap bersaing untuk membangun kembali peradaban Indonesia yang berkarakter. Negeri ini membutuhkan sosok-sosok pemberani dan berwawasan luas guna menghasilkan keputusan-keputusan besar yang kan merubah sejarah dunia.

Untuk itulah kawan, kini saatnya diri kita menunjukkan kekuatan sumber daya manusia Indonesia yang sesungguhnya. Inilah saatnya untuk menciptakan kehidupan berbangsa yang lebih bermakna. Saat ini pulalah, masa di mana kita harus berubah, menjadi seorang pribadi yang luar biasa, bertanggungjawab dan berperan aktif bagi perbaikan bangsa ini. Karena kesuksesan diri kita, akan menjadi akumulasi yang mengukuhkan tingkat kesuksesan bagi negeri ini di masa depan.



Daftar bacaan:

Marwah Daud Ibrahim, 2003. Mengelola Hidup dan Merencanakan Masa Depan. Jakarta: MHMMD Production.

http://www.antarajatim.com/lihat/berita/58084/pengamat-jumlah-doktor-di-indonesia-masih-minim

http://www.forumbebas.com/thread-77627.html

http://www.mail-archive.com/filsafat@yahoogroups.com/msg03125.html

Sabtu, 14 Mei 2011

Indonesia dan Putra-Putri Bangsa

"Negeri ini, suatu saat nanti membutuhkan orang-orang yang mampu menjadi pemikir strategis. Negeri ini, suatu saat nanti membutuhkan sumber daya manusia yang mampu memberikan solusi atas sejumlah permasalahan yang mendera bangsa kita."

Setidaknya penggalan kalimat itulah yang dapat aku jadikan refleksi atas semua yang telah kujalani dalam hidup ini. Sebuah intisari yang dapat kurekam dari sebuah diskusi kecil bersama Agung Baskoro dan Laras Susanti yang sangat inspiratif dan menyadarkan akan eksistensiku saat ini yang ngakunya sebagai seorang majasiswa. Lantas, apa yang telah aku lakukan untuk negeri ini? Padahal carut marut telah mewarnai sketsa mozaik sejarah bangsaku. Setidaknya, sampai saat ini. Yah, aku berharap kesemrawutan itu tak berlarut-larut singgah dalam romansa kehidupan bangsa ini.

Masih banyak yang harus dilakukan kawan..
Masih banyak yang harus diselesaikan.

Saatnya bangkit dari keterpurukan kawan..
Saatnya buktikan pada dunia bahwa negeri ini negeri yang besar.
Dan kita, adalah orang-orang yang akan membawa perubahan itu.
Mengantarkan negei ini pada kemenangan yang benar-benar akan kita genggam.

Dan, Suatu saat nanti...
Anak cucu kita pun akan dengan bangga dan lantang berteriak,
AKU BANGGA MENJADI ANAK INDONESIA, AKU BANGGA MEMILIKI INDOENSIA

Minggu, 01 Mei 2011

Setitik Terimakasih

Ya Rabb, sungguh Engkau telah memberiku berjuta nikmat yang sering ku lalaikan. Maafkan aku Ya Allah, jika kehadiran-Mu sering terlalaikan dalam jeratan kesibukan dunia yang senantiasa menyergapku. Lalu, hari ini aku Kau ingatkan kembali, bahwa satu-satunya tempat yang pantas untuk diharapkan adalah Engkau.

Keajaiban itu, walau kecil akan selalu bermakna dalam lika-liku jalan hidupku. Perjalanan itu, walau terjal dan terkadang menyakitkan, tapi aku yakin itulah sketsa yang terbaik dalam lukisan kanvas masa depanku.

Hanya kepada-Mu Rabbi, semua keluh kesah dan rasa suka cita itu terhaturkan. Karena hanya diri-Mu, satu-satunya dzat yang mampu mengubah ketidakmungkinan menjadi sebuah keniscayaan yang tak dapat disangkal. Subhanallah, Alhamdulillah, La illaha Illallah, Allahuakbar!!!