Minggu, 20 Juni 2010

Menyusuri Jejak-Jejak Sejarah di Kota Solo

Sekitar pukul 07.40 WIB dari fakultas FISIPOL UGM bus mulai meluncur ke Solo. Akhirnya.. setelah menunggu kurang lebih satu jam, kami mahasiswa komunikasi UGM angkatan 2009 berangkat juga ke tujuan jalan-jalan edukasi kita. Pertokoan, rumah sakit, masjid, perkantoran, rumah makan, dan berbagai tempat usaha lainnya tampak menyesaki jalanan Jogja-Solo. Satu per satu berlomba menunjukkan kemolekan gedung dan fasilitas yang ditawarkan. Bahkan tempat-tempat ibadah pun nampaknya tak ingin kalah saing dalam usaha memikat perhatian pengguna jalan. Berbagai baliho, spanduk serta beragam jenis dan ukuran media iklan turut menambah kesemrawutan tata kota yang ada. Saya sadar, semua itu tak bisa lepas dari daya tarik ’raja bertahan’ kita di dunia, uang!

Lokananta masih merana
Kurang lebih dua jam menanti dalam perjalanan, akhirnya bus kami pun tiba di tujuan pertama, Perusahaan Umum Percetakan Negara Lokananta merupakan. Tempat bersejarah ini merupakan sebuah perusahaan rekaman musik pertama di Indonesia yang didirikan pada tahun 1956. Bertempat di kota Solo, Jawa Tengah, Lokananta menjalankan fungsinya dalam memproduksi dan menduplikasi piringan hitam, kaset audio dan pita magnetik. Tahun 1985 Lokananta mulai melakukan rekaman dalam bentuk audio CD.
Kata Lokananta yang berasal dari Jawa kuno mengandung makna seperangkat gamelan di kayangan yang dapat dapat berbunyi tanpa penabuh dengan suara yang syahdu. Awalnya, pada tahun 1945 Lokananta dijadikan sebagi corong pemerintah. R. Maladilah yang mempunyai ide untuk mendirikan perusahaan piringan hitam itu.


Melihat potensi penjualan piringan hitam maka melalui PP Nomor 215 tahun 1961 status Lokananta menjadi Perusahaan Negara. Lokananta sekarang menjadi salah satu cabang dari Perum Percetakan Negara RI. Sebagai Perum Percetakan Negara RI cabang Surakarta kegiatannya antara lain recording,music studio, braodcasting, percatakan dan penerbitan.
Arsip-arsip rekaman lagu-lagu di daerah dari seluruh Indonesia dan lagu-lagu pop lama menjadi bagian utama dari koleksinya, selain beberapa alat perekam tempo dulu, dan jajaran satu set gamelan lengkap untuk rekaman gending-gending tanah Jawi. Rekaman musik gamelan Jawa, Bali, Sunda, Sumatera Utara (batak) dan musik daerah lainnya serta lagu lagu folklore ataupun lagu rakyat yang tidak diketahui penciptanya ada di sana. Rekaman gending karawitan gubahan dalang kesohor Ki Narto Sabdo, dan karawitan Jawa Surakarta dan Yogya merupakan sebagian dari koleksinya. Tersimpan juga master lagu berisi lagu-lagu dari penyanyi legendaris seperti Gesang, Waldjinah, Titiek Puspa, Bing Slamet, dan Sam Saimun. Lokananta mempunyai koleksi lebih dari 5.000 lagu rekaman daerah. Terdapat pula rekaman pidato-pidato kenegaraan Presiden Soekarno.
Salah Satu karya musik produksi Lokananta adalah merekam lagu Rasasayange bersama dengan lagu daerah lainnya dalam satu piringan hitam. Piringan hitam ini kemudian dibagikan kepada kontingen Asian Games pada tanggal 15 Agustus 1962. Lagu Rasa sayange yang merupakan lagu foklore dari Maluku yang telah menjadi musik rakyat Indonesia.
Setelah cukup puas melihat-lihat dan perut sudah meronta untuk segera diisi, perjalanan dlanjutkan untuk acara yang paling ditunggu-tunggu. Makan Siang! Yeah... (peserta rombongan bersorak).






Taman Balaikambang: Tempat Singgah Mengisi Perut
Tempat yang dipilih untuk menikmati santap siang spesial kami bersama teman-teman adalah Tama Balaikambang. Di sebuah taman di pusat kota Solo itu menyajikan hamparan padang rumput yang asri. Beberapa kijang berlarian dengan gemulainya. Pemandangan ini tak dibiarkan teman-teman untuk mengabadikannya dalam frame kamera. Kelompok saya, ’Atlantis’ dan beberapa kelompok yang lain memilih spot di tepi kolam ikan besar. Rombongan angsa putih nan anggun di ujung kolam menambah sentuhan suasana keindahan.
Kami melahap makan siang sembari sesekali bercengkrama dengan ikan-ikan yang berebut nasi. Moncong mulut-mulut ikan itu seperti moncong mulut-mulut rakyat negeri ini yang tengah kelaparan mengharap kesejahteraan dapat segera dicicipi. Setelah sholat dhuhur acara dilanjutkan menuju tujuan berikutnya.

Monumen Pers Nasional: Jejak Sejarah Pers Indonesia
Monumen Pers didirikan untuk memperingati Hari Jadi Pers saat diadakan pertemuan para wartawan seluruh Indonesia (PWI) pada tanggal 9 Februari 1946. Monumen Pers Nasional yang berlokasi di Jl. Gajah Mada itu sebelumnya merupakan gedung yang dulunya bernama Gedung Sasono Suko Societet milik Kraton Mangkunegaran. Peresmian gedung monumen ini baru dilakukan oleh Presiden RI saat itu, Soeharto, pada 9 Februari 1978 sebagai peringatan perjuangan pers di Indonesia. Melalui SK Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 151/M.PAN tanggal 6 Juni 2002, Monumen Pers Nasional dijadikan sebagai UPT Lembaga Informasi Nasional.
Pada tahun 1923, gedung utama monumen itu sempat digunakan untuk rapat mendirikan radio berwawasan kebangsaan. Tahun 1999 status yang dipegang masih berada di bawah Departemen Penerangan. Saat ini posisi Monumen Pers Nasional ini berada di bawah Departemen Komunikasi dan Informasi.

Di Monumen inilah disimpan radio pertama masa perjuangan. Disebut sebagai Radio Kambing yang digunakan untuk mengirimkan musik gamelan ke negeri Belanda sebagi pengiring tarian putri Raja Pakualam. Di tempat ini juga disimpan beberapa media cetak dari masa penjajahan hingga saat ini. Dengan berbagai alasan yang mendasarinya, tak semua surat kabar atau majalah dapat terdokumentasikan di tempat ini. Dalam perkembangannya, untuk mengefisensikan majalah atau surat jabar yang ada kemudian didigitalisasikan agar sistem pengarsipannya lebih terjaga.

Kampung Batik Kauman
Objek kunjungan yang terakhir kami adalah sentra industri batik di Kampung Batik Kauman. Kami harus berjalan beberapa ratus meter dari jalan utama karena bus tak bisa masuk ke dalam. Setelah menyusuri gang-gang sempit nan panjang, kami pun sampai di salah satu rumah produksi batik. Di sini kami dapat melihat proses pembuatan batik, baik yang secara alami atau batik cap. Bahan-bahan yang digunakan untuk pewarnaan berasal dari produk alam yang beberapa di didatangkan langsung dari NTT. Berbagai sovenir, aksesoris, peralatan rumah tangga, hingga kain batik panjangan atau berbentuk baju dipajang memenuhi ruangan. Mereka saling bersolek merayu hati pengunjung agar meminangnya dengan harga yang tinggi.
Kampung Kauman mempunyai kaitan erat dengan sejarah perpindahan kraton Kartosuro ke Solo yang kemudian berubah nama menjadi Kasunanan. Kauman merupakan tempat ulama yang terdiri dari beberapa lapisan masyarakat mulai dari penghulu tafsir anom, ketip, modin, suronoto dan kaum. Keberadaan kaum sebagai penduduk mayoritas di kawasan inilah yang menjadi dasar pemilihan nama "kauman". Masyarakat kaum (abdi dalem) mendapatkan latihan secara khusus dari kasunanan untuk mebuat batik baik berupa jarik/selendang dan sebagainya. Dengan kata lain, tradisi batik kauman mewarisi secara langsung inspirasi membatik dari Ndalem Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Berdasarkan bekal keahlian yang diberikan tersebut masyarakat kauman dapat menghasilkan karya batik yang langsung berhubungan dengan motif-motif batik yang sering dipakai oleh keluarga kraton (http://info.indotoplist.com/?ZEc5d1BURXpKblJ2Y0d0aGREMG1iV1Z1ZFQxa1pYUmhhV3dtYVc1bWIxOXBaRDB5TXpNbWJYVnNZV2s5TUNad2FHRnNQUT09).

Persinggahan Singkat di Masjid Surakarta
Karena masih menunggu perjalanan ke tempat yang semula direncanakan, yaitu Galabo, kami sekelompok kecuali seorang teman yang non muslim menyempatkan sholat ashar di masjid Surakarta. Masjidnya cukup luas, bahkan sangat luas menurut saya bila dibandingkan masjid-masjid yang pernah saya singgahi. Awalnya kami bingung mencari tempat sholat untuk putri, karena sejurus pandang hanya laki-laki yang memenuhi pelataran dan bagian dalam masjid. Ternyata tempat sholat untuk kaum putri berada di sebelah kiri bagian belakang Masjid. Mungkin maksud penempatan ini awalnya menunjukkan bahwa wanita memang pantas ’disamping kirikan’. Tempat mereka pun harus di belakang dan disembunyikan dari pandangan. Dengan gaya arsitektur layaknya joglo, masjid ini berdiri tegak berhadapan dengan keraton Surakarta yang angkuh.

Saatnya Pulang
Sesampainya di tempat pemberhentian bus, ternyata teman-teman sedang berkondolidasi untuk menentukan tujuan akhir dari perjalanan ini. Dengan berbagai pertimbangan, salah satunya efisiensi waktu, akhirnya kami semua memutuskan untuk menyudahi penjelajahan kami di kota Solo ini. Satu per satu teman-teman naik ke dalam bus. Tak lama kemudian bus pun meluncur menuju Yogyakarta tercinta. Akhirnya pulang juga...! Jogja.. aku kembali dalam dekapan pesonamu.





Daftar Referensi

http://berita.liputan6.com/sosbud/201006/281064/Museum.Monumem.Pers.Digitalisasi.Koleksi.Koran
http://id.wikipedia.org/wiki/Lokananta
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4338539
http://info.indotoplist.com/?ZEc5d1BURXpKblJ2Y0d0aGREMG1iV1Z1ZFQxa1pYUmhhV3dtYVc1bWIxOXBaRDB5TXpNbWJYVnNZV2s5TUNad2FHRnNQUT09
Berbagai informasi yang disampaikan pemandu tempat kunjungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar