Selasa, 08 April 2014

Bagaimana Kalau Marah?

Beberapa waktu lalu sempat terdengar kabar tentang kematian seorang pendukung partai berlambang warna merah yang meninggal karena lehernya terkena bacok ketika sedang melintas di daerah yang menjadi “markas” pendukung partai bercirikan warna hijau. Kejadian itu berlangsung ketika segerombolan partai berbendera merah ini sedang konvoi dengan motor berknalpot keras di daerah Bantul. Entah karena alasan apa, kedua kelompok massa ini kemudian teribat bentrok hingga memakan korban jiwa. Tidak hanya ini. Sebelum-sebelumnya, berita tentang kematian yang disebabkan karena bersitegangnya sejumlah partai ramai terdengar dari sejumlah sumber.

Marah. Sifat ini kerapkali menghampiri kita di kala terdapat hal-hal yang bertentangan dengan kehendak hati kita. Begitu pula kejadian-kejadian yang seringkali berujung pada kematian acapkali diawali dari rasa marah yang bergejolak.

Marah. Hampir setiap kita pernah merasakan bagaimana rasanya marah. Bahkan terkadang kita tidak dapat menghindarinya. Mungkin pula sesekali di antara kita tidak bisa mengontrol emosi dan pikiran dengan jernih ketika sedang marah. Sifat marah, seringkali lebih banyak mendatangkan mudharat daripada manfaat.
Begitu perlunya kita menjaga dari sifat marah, hingga Nabi mewasiatkan kepada laki-laki, “Laa taghdhab. “ yang berarti “Jangan Marah!”

Ibnu Hajar berkata dalam al-Fat-h: “Al Khathtabi berkata: ‘Arti perkataan beliau yakni jangan marah, adalah jauhi sebab-sebab marah dan jangan melakukan sesuatu yang mengarah kepadanya. Sementara marah itu sendiri terlarang karena ia adalah tabiat yang tidak akan hilang dari manusia.”
‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada dalam bukunya “Ensiklopedi Adab Islam Menurut al-Quran dan as-Sunnah Jilid 2” menyebutkan, setidaknya ada sepuluh adab yang berhubungan dengan marah.

1.       Jangan marah kecuali karena Allah.
Jika marah dilakukan karena Allah, niscaya hal itu menjadi sesuatu yang disukai dan pelakunya akan mendapat pahala. Nabi tidak pernah marah karena dirinya, tetapi ia marah karena Allah Ta’ala. Juga Beliau tidak dendam kecuali karena Allah. Dalam sebuah hadist, disebutkan:
“Tidaklah diajukan dua pilihan kepada Nabi kecuali beliau akan memilih yang paling mudah, selama tidak mendatangkan dosa. Jika itu dosa, maka beliau akan menjauhi keduanya. Demi Allah, beliau tidak pernah marah karena urusan pribadi yang beliau hadapi kecuali apabila larangan Allah dilanggar, maka beliau akan marah karena Allah.

2.       Berlemah lembut dan tidak marah karena urusan dunia
Marah terkadang mendorong manusia untuk bertikai dengan orang yang membuatnya marah, sehingga menjerumuskan ia dalam dosa besar. Bahkan seringkali sampai memutus tali silaturrahim. Allah berfirman dalam QS. Ali ‘Imran: 134 “... dan orang-orang yang menahan amarah...”
Nabi bersabda kepada Asyajj ‘Abdul Qais: “Sesungguhnya dalam dirimu ada dua sifat yang dicintai Allah, yaitu santun dan hati-hati.

3.       Mengingat kekuasaan dan keagungan Allah
Orang yang mengingat kekuasaan dan keagungan Allah akan mendorong seseorang untuk meredam amarahnya. Mungkin pula seseorang yang itu akan urung diri untuk marah. ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada mengatakan, mengingat kekuasaan dan keagungan Allah adalah adab palng bermanfaat yang dapat menolong seserang untuk berlaku santun (sabar).

4.       Menahan dan meredam amarah jika telah muncul
Allah berfirman: “... dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memberi maaf orang lain, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. ‘Ali –‘Imran: 134).
Nabi pernah bersabda, “Barang siapa yang dapat menahan amarahnya, sementara ia dapat meluapkannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan segenap makhluk. Setelah itu, Allah menyuruhnya memilih bidadari surga dan menikahkannya dengan siapa yang ia kehendaki.”

5.       Berlindung kepada Allah ketika marah
Nabi bersabda, “Jika seseorang yang marah mengucapkan: ‘A’uudzu billah’ (aku berlindung kepada Allah), niscaya akan reda kemarahannya.”
Syaitanlah yang menyulut kemarahan pada diri manusia, sehingga kita sebagai makhluk yang lema ini perlu berlindung kepda Allah dari syaitan ketika marah.

6.       Diam
Diam ketika marah merupakan salah satu perintah nabi, sebagaimana sabda Beliau, “Ajarilah, permudahlah, dan janganlah menyusahkan. Apabila seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam.”

7.       Mengubah posisi ketika marah
Rasulullah bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian marah ketika berdiri, maka hendaklah ia duduk. Apabila marahnya tidak hilang juga, maka hendaklah ia berbaring!”

8.       Berwudhu’ atau mandi dan semisalnya
Karena marah adalah api syaitan yang berakibat mendidihnya darah dan terbakarnya urat syaraf, maka perbuatan wudhu’, mandi atau semisalnya, terlebih menggunakan air dingin akan memadamkan api tersebut sehingga dapat menghilangkan marah.

9.       Memberi maaf dan bersabar
Nabi adalah orang paling lembut, santun, dan pemaaf kepada orang yang bersalah. Bahkan di antara sifat Beliau yang tertera dalam Taurat: “... dan ia tidak membalas kejahaan dengan kejahatan, namun ia memaafkan dan memberikan ampunan....”

10.   Jangan membalas keburukan dengan keburukan yang berlebihan
Allah berfirman, “Jika kamu membalas (menghukum), maka balaslah dengan yang semisal (dengan keburukan) yang telah mereka lakukan, tetapi jika kalian sabar, itu lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (QS. An-Nahl: 126)

Referensi: Buku karya ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada. 2013. “Ensiklopedi Adab Islam Menurut al-Quran dan as-Sunnah” Jilid 2. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar