Senin, 07 November 2011

Bersiaplah untuk Pulang

Kini bukan saatnya untuk berkehendak sesuka hati. Tatkala usia terus merangkak mendekati ajal, namun diri ini tetap saja belum berubah; masih sering tergoda bermain dengan kesenangan-kesenangan sesaat, lupa akan visi yang jauh lebih besar dan abadi.

Jikalau hidup layaknya sebuah lautan luas tempat kita berlayar, maka terumbu karang yang indah di bawah sana, ikan-ikan yang berenang dengan bebasnya, dan ombak yang saling berkejaran, hanyalah sebuah pemandangan indah teman perjalanan. Seindah apapun suasana perjalanan mencari penghidupan, bukankah perjalanan pulang selalu lebih indah? Bukankah selalu ada rindu yang membuncah tatkala kita telah lama hidup di perantauan, lalu dineri kesempatan untuk pulang ke rumah?

Ya. Ada saatnya ketika kita harus meninggalkan lautan, meninggalkan berbagai kenikmatan yang kita dapati di perjalanan. Ada saatnya untuk merapatkan kapal ke dermaga, lalu bersiap menyambut rumah yang kita rindukan. Kemudian, selayaknya orang yang telah pergi lama meninggalkan rumahnya, tempat ia diajarkan nilai-nilai kearifan hidup, lalu diberi kesempatan untuk kembali ke asalnya, bukankah kita seharusnya mensyukuri kesempatan untuk pulang?

Namun, entahlah. Mengapa diri ini terkadang takut untuk pulang? Apakah ini semua karena dosa-dosa yang kulakukan selama di perantauan? Oh tidak! Apa yang telah kulakukan selama ini, hingga aku sering terlupa untuk menyiapkan bekal menuju rumah yang harusnya kunantikan.

Masih banyakkah kesempatan yang aku miliki untuk mempersiapkan semua ini? Aku takut tak bisa membawa bekal yang cukup untuk menyambut perjalanan pulang. Sebuah perjalanan yang sering terlupakan untuk selalu dipersiapkan dengan perencanaan yang matang. Sebuah perjalanan di mana kita selayaknya mempersiapkan hadiah-hadiah terindah untuk orang-orang yang kita cintai, sebuah kebanggaan yang harus mereka saksikan tatkala melihat kita pulang dari perantauan.

Sudahkah itu kulakukan?